Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Simplifikasi Cukai Hasil Tembakau Dinilai Bisa Mematikan Pabrik Rokok dan Petani Tembakau

Simplifikasi Cukai Hasil Tembakau Dinilai Bisa Mematikan Pabrik Rokok dan Petani Tembakau Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho

Akademisi Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Mudiyati Rahmatunnisa berpandangan,  IHT  merupakan sektor ekonomi yang sangat strategis dan menjadi sektor andalan bagi Negara. Pasalnya, IHT telah menyumbang 10% dari total pendapatan negara. Tahun lalu pendapatan dari cukai hasil tembakau (CHT) lebih dari 160 triliun. Sementara, target 2022 lebih kurang 209 triliun. 

Mudiyati menilai, kebijakan kenaikan cukai yang eksesif jelas sangat berat bagi kelangsungan IHT. Kenaikan CHT sudah memangkas secara signifikan jumlah pabrikan. Data resmi menunjukan, tahun 2007 jumlah pabrik rokok sekitar 4.000. tahun 2018, jumlah pabrik rokok berkurang menjadi 600, itu juga yang aktif berproduksi setiap hari sekitar 100 pabrik. 

Rencana penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai yang marak belakangan ini juga menjadi perhatian Mudiyati. Menurutnya, simplifikasi  akan menghantam keras pabrikan menengah kecil. Pabrikan besar relatif bertahan, namun diprediksi akan mengalami penurunan produksi. Simplifikasi akan semakin memperketat persaingan industri. 

“Kebijakan kenaikan cukai yang eksesif dan simplifikasi memiliki potensi memperkuat oligopolistik di sektor IHT. Pasalnya, nggak semua bisa bertahan. Pada akhirnya akan ada pemusatan atau penguasaan industri oleh sejumlah kecil pemain. Dan long term, penurunan jumlah pabrikan dan produksi pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pendapatan dari CHT,” terang Mudiyati. 

Mudiyati menambahkan, dampak penerapan simplifikasi lainnya adalah kekhawatiran pabrikan yang tutup akan masuk ke rokok ilegal demi untuk bertahan (survival). Di lain sisi,  peredaran rokok ilegal sudah sangat memprihatinkan akibat kenaikan cukai hasil tembakau. 

“Simplifikasi berpotensi memperburuk peredaran rokok ilegal yang justru akan merugikan penerimaan Negara,” tegasnya. 

Mudiyati pun mewanti-wanti agar pemerintah dalam melakukan pengaturan IHT perlu kajian komprehensif dan hati-hati, jangan hanya mempertimbangkan sektor yang terbatas. 

“Kajian komprehensif untuk menghindari konsekuensi yang tak diinginkan (unintended consequences) yang justru akan mengurangi efektivitas kebijakan pemerintah nantinya, karena menimbulkan dampak negatif di sektor lain,” kata Mudiyati. 

Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Akbar Harfianto mengatakan, penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai telah dilakukan sejak tahun 2010, dari 20 layer tarif sampai dengan tahun 2022 menjadi 8 layer tarif. 

Menurut Akbar, tujuan simplifikasi adalah untuk optimalisasi penerimaan negara, pengendalian konsumsi, serta kemudahan pemungutan/pengawasan hasil tembakau. 

“Untuk kebijakan layer ke depan, pemerintah masih melakukan kajian secara komprehensif dengan berbagai pertimbangan dan masukan stakeholder terkait,” kata Akbar. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: