Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenaikan Harga BBM dan LPG Nonsubsidi, Pengamat: Bisa Berimbas ke Inflasi

Kenaikan Harga BBM dan LPG Nonsubsidi, Pengamat: Bisa Berimbas ke Inflasi Pekerja mengangkat tabung LPG Non Subsidi 12 kilogram di Depot LPG PT Pertamina Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (30/5). Menjelang Idul Fitri 1439 H, Pertamina MOR V membentuk 237 agen siaga dan 2.426 pangkalan siaga di Jawa Timur guna mengantisipasi lonjakan konsumsi produk LPG 3 kilogram yang diprediksi meningkat sebesar 7 persen dari rata-rata 94.679 Metric Ton (MT)/bulan menjadi 101.307 MT/bulan. Sedangkan konsumsi LPG Non Subsidi (Bright Gas 5,5 kg, Bright Gas 12 kg dan LPG 12 kg) meningkat sekitar 9 persen dari rata-rata 4.593 MT/bulan menjadi 5.006 MT/bulan. | Kredit Foto: Antara/Moch Asim
Warta Ekonomi, Jakarta -

Keputusan PT Pertamina (Persero) untuk melakukan penyesuaian beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM) dan liquefied petroleum gas (LPG) nonsubsidi berpotensi menyebabkan inflasi yang lebih tinggi pada 2022.

Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan tersebut akan memberikan imbas ke inflasi cukup berisiko dari penyesuaian harga yang diatur pemerintah (imported inflation).

"Meski yang disesuaikan adalah BBM dan LPG nonsubsidi. Proyeksi inflasi bisa menyentuh 5 s.d. 5,5 persen year on year tahun ini," ujar Bhima saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Selasa (12/7/2022).

Baca Juga: Penyesuaian LPG Nonsubsidi Berpotensi Menggeser Pengguna ke LPG Subsidi

Bhima mengatakan, semakin tinggi disparitas harga barang subsidi dan nonsubsidi semakin tinggi migrasinya.

Sementara itu, di saat yang bersamaan untuk mencegah terjadimya migrasi pengguna BBM dan LPG nonsubsidi ke jenis subsidi akan dilakukan berbagai pembatasan oleh Pertamina.  

Dengan begitu, masyarakat terutama kelas menengah akan menghabiskan uang lebih banyak untuk biaya kebutuhan hidup. Daya beli kelas menengah akan turun dan berdampak terhadap penjualan berbagai produk sekunder dan tersier.

"Siap-siap penjualan rumah, kendaraan bermotor, elektronik akan turun. Sementara masyarakat atas cenderung lakukan saving atau menahan diri untuk belanja karena ini menunjukkan sinyal inflasi akan tinggi tahun ini," ujarnya.

Bhima melanjutkan, untuk sekarang kalau untuk pembatasan pasti timbul masalah. Salah satunya masalah pendataan yang harus diperbaiki sehingga rumah tangga mana yang masuk golongan subsidi dan nonsubsidi harus dipetakan.

"Problemnya pembatasan yang dilakukan sedikit terlambat karena penggunaan MyPertamina misalnya justru menyulitkan orang miskin yang berhak membeli," ungkapnya.

Sementara itu, untuk pilihan lain secara paralel adalah mendorong pembangunan Jargas untuk mengurangi ketergantungan pada LPG impor yang nilainya Rp80 triliun. 

"Windfall dari pendapatan pajak dan PNBP komoditas ekspor, sebaiknya sebagian disishkan untuk bangun jaringan pipa gas. itu solusi, tapi selama ini progresnya lambat dan kurang jadi prioritas," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: