Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat Beberkan Penghambat Pertambangan Timah Nasional

Pengamat Beberkan Penghambat Pertambangan Timah Nasional Kredit Foto: Dok. Pribadi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menyebut terdapat beberapa hal yang menyebabkan industri pertambangan timah nasional kurang mampu bergerak secara ekspansif.

Permasalahan pertama terkait dengan tinggal sedikitnya potensi timah Indonesia yang mayoritas berada di Provinsi Bangka Belitung. 

"Yang pertama timah di indonesia tidak besar hanyak di angka ribu ton, dan mudah-mudahan bertambah karena ini menjadi sumber pendapatan utama Provinsi Babel. Yang kedua dengan target 70 ribu ton dalam setahun, maka 10 sampai 12 tahun lagi akan habis," ujar Mamit dalam webinar, Jumat (22/7/2022).

Baca Juga: Potensi Timah Harus Bisa Sejahterahkan Masyarakat Daerah

Mamit menyebut, banyaknya izin usaha pertambangan (IUP) yang tidak memenuhi syarat dan juga menjadi penadah hasil tambang secara ilegal, maka dari itu sudah seharusnya hal tersebut dapat dikelola oleh suatu lembaga misalnya badan usaha milik daerah (BUMD) yang bisa jadi salah satu badan usaha yang bisa mengelola hasil tambang.

Tantangan berikutnya adalah terkait tata niaga timah yang masih lemah dan belum mendapatkan perhatian dari pemerintah pusat.

"Tetapi tadi sudah disampaikan Pak Ridwan (Dirjen Minerba Kementerian ESDM) masuk dalam Simbara jadi memang pemerintah pusat sudah aware dengan kondisi timah, ini tidak lagi menjadi industri yang strategis tapi menjadi industri yang kritis karena cadanganya hanya 800 ribu ton," ujarnya.

Selain itu, konsumsi domestik yang masih rendah serapannya juga menjadi sebuah masalah, di mana ketika pemerintah menyatakan akan melarang ekspor, tetapi apakah kemampuan industri dalam negeri mampu untuk menerima produk tersebut.

"Di mana produksi timah ini tidak dijual lagi dalam bentuk pasir, tapi dalam bentuk batangan. Saya kemarin sudah berdiskusi dengan PT Timah di mana perusahaan melayani anak usahanya PT Timah Industri sudah melakukan hilirisasi yang sangat besar, tetapi di sisi lain pasar di dalam negeri tidak mampu," ungkapnya.

"Justru pasar dalam negeri malah mengimpor produknya dari China, ini menjadi masalah. Kalau sampai dilarang apakah produksi dalam negeri mampu untuk menerima? Jangan sampai nanti pelarangan ekspor akan mematikan industri timah," tambahnya.

Faktor selanjutnya adalah terkait hilirisasi timah yang masih cukup lambat walaupun sudah ada, tapi masih belum banyak.

"Yang paling penting konsistensi penegakan hukum yang masih kurang, dan perlunya ketegasaan dari aparat terkait adanya hasil timah, karena jangan sampai negara lain yang menikmati adanya pelarangan dan jadinya ilegal," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: