Penghapusan Pungutan Ekspor (PE) yang dilakukan Pemerintah Indonesia diperkirakan telah memunculkan kekhawatiran terhadap produsen minyak sawit kedua dunia, yakni Malaysia.
Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Datuk Zuraida Kamaruddin, meyakini bahwa gejolak pasar, kalaupun ada, hanya akan bersifat sementara.
Baca Juga: Wamendag: Industri Sawit Jadi Bagian Penting Kedaulatan Ekonomi Indonesia
Lebih lanjut tutur Zuraida, sampai saat ini dunia masih akan membutuhkan minyak sawit, hanya saja harga minyak sawit asal Malaysia akan lebih mahal dibandingkan minyak sawit dari Indonesia. Lantaran, Indonesia didukung dengan tenaga kerja yang mencukupi dan akses yang baik sehingga ongkos produksinya bisa lebih ekonomis.
"Situasi ini, bagaimanapun, hanya sementara jadi saya tidak terlalu khawatir tentang itu," katanya, diansir Bernama.
Setelah mengumumkan larangan ekspor tiga minggu lalu, Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menghapus PE yang efektif berlaku pada 15 Juli hingga 31 Agustus 2022 untuk minyak sawit dan produk turunan minyak sawit. Belum lama ini, Zuraida mengatakan bahwa kementerian tetap optimis bahwa China akan meningkatkan impor minyak sawitnya.
Wakil Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Seri Wee Jeck Seng juga mengatakan bahwa kementerian akan memantau perkembangan industri kelapa sawit. Perkembangan itu, kata Datuk Seri Wee, akan berimbas ke Malaysia yang merupakan salah satu produsen produk sawit terbesar.
"Kami akan melihat masalah ini secara serius karena itu memengaruhi ekspor minyak sawit Malaysia," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: