Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakai Analogi Pohon, Begini Misi CEO Bikin Fore Coffee Jadi Bermanfaat untuk Sekitar

Pakai Analogi Pohon, Begini Misi CEO Bikin Fore Coffee Jadi Bermanfaat untuk Sekitar Kredit Foto: Fore Coffee

Soal barista, belakangan sejumlah kedai kopi menghadapi krisis lantaran sikap barista terhadap konsumen yang berujung viral di media sosial. Padahal, layanan ke konsumen merupakan aspek utama dalam keberlangsungan suatu bisnis. Bagaimana Anda membimbing barista-barista Anda dan memastikan standar kualitas pelayanan di Fore Coffee?

Benar sekali, memang ada oknum yang seperti itu meskipun sudah diberi pelatihan. Sebenarnya bukan oknum ya, tapi mungkin mereka punya masalah di rumah, masalah sama sesuatu, dan lain sebagainya, sehingga itu terbawa ke pekerjaan mereka yang itu juga memengaruhi ketika mereka membuat atau menyajikan kopi ke konsumen.

Jadi, dari sana, kami melihat bahwa kami perlu memberikan pelatihan-pelatihan khusus yang akhirnya mendorong setiap barista di Fore itu menyajikan produk yang benar-benar sama dengan apa yang mereka terima di pelatihan. Hal-hal seperti itu untuk mencegah, dengan memberikan pelatihan dan membuka wawasan. Kami juga kadang-kadang memberikan surat kepada barista untuk mengajak fokus kepada konsumen. Itulah salah satu kunci dan budaya di perusahaan Fore saat ini.

Berarti barista Fore sudah di-training untuk melayani konsumen dengan baik, ya.

Iya. Kami tidak memandang ‘siapa’, termasuk para driver ojol itu juga kami layani yang terbaik. Karena kadang kan mentang-mentang driver ojol, ‘ah biasa saja’ atau ‘ah santai saja’, atau bahkan judes, dan sebagainya. Tapi, kami berusaha semua orang diperlakukan sama.

Itulah kenapa, salah satu yang kami terapkan di perusahaan Fore, saya sendiri tidak punya ruangan pribadi. Karena semuanya sama rata. Kami bergerak sebagai partner untuk bersama-sama bisa mencapai tujuan Fore.

Fore Coffee baru-baru ini merilis menu plant-based, mengapa memilih menu ini?

Sebenarnya gini, kembali pada filosofi forest, bahwa Fore Coffee harus bisa berguna kepada sekelilingnya. Kami melihat juga pada saat pandemi, ternyata banyak sekali orang yang mulai memperhatikan kesehatan, mulai makan makanan sehat, makan vitamin, dan sebagainya.

Nah, pada akhirnya itu mendorong kami, khususnya untuk anak-anak muda sekarang dan juga orang dewasa, untuk menikmati sesuatu yang lebih sehat dan lebih baik. Karena Fore dengan konsep forest, kami berusaha untuk bisa memberikan kepada konsumen kami sesuatu yang baik. Makanya, kami banyak menciptakan sustainable product, yang memberikan manfaat. Contohnya oat dan almond.

Kami juga melihat sekarang ini konsumen tidak hanya ingin sehat, tetapi juga bisa makan. Makanya, kami bekerja sama dengan Green Rebel untuk bisa menyajikan suatu plan-based yang menggunakan bahan-bahan yang sehat. Itulah yang benar-benar sejalan dengan konsep Fore sendiri yang ingin memberikan yang terbaik untuk sekitar.

Jadi, inovasinya beradaptasi dengan tren ya, Pak.

Itu sebenarnya kalau dibilang apakah mengikuti tren, sebenarnya bisa saya bilang tidak, ya. Malah, kami tidak mengikuti tren. Lebih kepada kami melihat ada sesuatu, karena konsepnya Fore itu, maka kami berusaha menyajikan yang terbaik untuk konsumen kami.

Maraknya tren kopi juga diiringi dengan meningkatnya jumlah pemain kedai kopi. Bagaimana cara Anda mempertahankan loyalitas konsumen terhadap Fore Coffee?

Mungkin sebelum saya masuk ke situ, Indonesia itu sendiri tingkat konsumsi per kapitanya masih rendah, sekitar 1,11 kilogram per kapita per orang untuk setahun. Jadi, konsumsi kopi di Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan negara-negara seperti Eropa, bahkan Singapura. Kita hanya setelah kali konsumsinya bila dibandingkan orang-orang Singapura. Kalau dibandingkan Jepang dan Korea, konsumsi kita hanya sekitar 25%-nya.

Indonesia adalah negara penghasil kopi terbesar ke-4 di dunia, tapi sebenarnya orang-orangnya masih kurang konsumsi kopi. Saya melihat ada suatu opportunity dengan makin maraknya pemain lokal maupun asing. Artinya, dengan maraknya pemain baru maupun lama, makin banyak coffee shop di Indonesia, itu akan makin meningkatkan tingkat konsumsi [kopi].

Saya percaya bahwa setiap orang pasti akan melihat kembali, seperti yang sudah saya katakan, consistency build trust. Sesuatu yang kita berikan secara konsisten kepada konsumen, baik itu secara produk, layanan, marketing, promosi, partnership, pada akhirnya membangun suatu brand jadi lebih baik dan akan membangun kepercayaan konsumen. Itulah yang saya percaya akan terus menjaga Fore dan bahkan bisa mengembangkan Fore ke depannya, hingga akhirnya bisa menjadi suatu brand yang mudah-mudahan bisa menjadi brand untuk Indonesia dari [sektor] kopi.

Saat banyak startup diterpa gelombang PHK tempo lalu, bagaimana dengan kinerja Fore Coffee? Apakah ada kekhawatiran akan mengalami nasib yang sama dengan startup lainnya?

Saya percaya bahwa sesuatu yang dibangun dengan baik dan benar pasti akan menghasilkan sesuatu yang juga baik dan benar. Di Fore sendiri, kami tidak ada PHK, bahkan kami masih terus merekrut. Kami juga baru buka [gerai] di Jogja, jadi kami buka rekrutmen barista. Nanti kami juga buka di Malang dan Tasikmalaya, jadi kami akan terus hiring. Bahkan, di kantor pusat juga terus ada hiring untuk posisi-posisi yang bisa membantu Fore terus berkembang.

Kalau ditanya apakah ada kekhawatiran, pasti ada. Tapi, saya melihat gini, dengan adanya gelombang inflasi, resesi ekonomi yang sudah mulai terjadi di beberapa negara, itu pasti akan mengakibatkan pengaruh ekonomi, juga kepada Indonesia. Namun, yang saya percaya, itu bisa jadi opportunity karena kemungkinan besar Fore justru harus bergerak maju. Karena saya percaya pertahanan yang baik adalah menyerang. Jadi, artinya, kita harus bisa memberikan konsumen sesuatu yang lebih baik pada masa-masa ini.

Itulah kenapa Fore tidak pernah berpikir bagaimana caranya untuk bisa berhemat dengan mengurangi kualitas kopi, no, itu tidak pernah ada di kamus kami, di Fore. Yang ada justru bagaimana kesempatannya kita bisa memberikan yang lebih baik ke konsumen, Fore Friends, sehingga di kondisi seperti ini mereka akan terus spending di Fore, tetapi mereka mendapatkan value yang sebanding dengan apa yang sudah mereka bayar. Itulah yang kami usahakan di Fore.

Seberapa optimistis Anda dengan industri kopi di Indonesia ke depannya?

Seperti yang saya katakan, tingkat konsumsi kopi di Indonesia itu masih sangat sedikit bila dibandingkan negara lain, padahal Indonesia adalah negara terbesar ke-4 penghasil kopi di dunia. Jadi, saya percaya, mungkin 10 tahun dari sekarang, tingkat konsumsi kopi di Indonesia Itu akan meningkat. Mungkin bisa hampir double dari tingkat konsumsi sekarang.

Jadi, saya percaya Indonesia bisa menjadi suatu negara yang tidak hanya memproduksi kopi tetapi juga pada akhirnya bisnis coffee shop-nya mungkin juga bisa mendunia. Kita tahu sendiri banyak pemain kopi di Indonesia, bahkan yang sudah sampai jadi unicorn. Pada akhirnya, Indonesia akan lebih dikenal lagi di dunia. Tidak hanya sebagai penghasil kopi, tetapi juga coffee shops Indonesia yang akhirnya bisa dikenal.

Bapak sendiri sudah berpindah-pindah industri. Setelah sukses dengan kopi, apakah ada minat untuk menjajal sektor lainnya?

Saya kira Fore Coffee mempunyai suatu potensi. Pada 2021, Fore Coffee mengalami pertumbuhan yang sangat baik, bahkan sampai sekarang. Penjualan Fore Coffee itu [tumbuh] sudah hampir 100% dari penjualan tahun seluruh 2021. Artinya, untuk penjualannya sendiri sudah sangat luar biasa. 

Kalau di Juni 2022, dibanding Juni 2021, penjualannya sudah [tumbuh] lebih dari 300%. Jadi, kalau ditanya sekarang ini, saya percaya saya akan stick di Fore sehingga bisa membangun Fore menjadi brand yang bisa mendunia ke depannya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: