Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemulihan Ekonomi Perlu Dibarengi dengan Pertumbuhan Energi Hijau

Pemulihan Ekonomi Perlu Dibarengi dengan Pertumbuhan Energi Hijau Petugas merawat panel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Pulau Parang, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Sabtu (12/3/2022). PLTS bantuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan pemerintah Denmark itu untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga termasuk fasilitas umum seperti puskesmas, sekolah, masjid hingga pelabuhan. | Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kembalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5,02 persen pada kuartal IV 2021 setelah sempat terkontraksi akibat pandemi Covid-19 hingga menyentuh minus 5,32 persen harus dijadikan momentum yang bagus.

Perencana Ahli Utama Bappenas Jadhie Judodiniar Ardajat menilai momentum ini semestinya menjadi dorongan bagi pemerintah untuk menyelaraskan pemulihan ekonomi pascakrisis dengan pemulihan hijau yang sejalan dengan tujuan iklim jangka panjang serta berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca.

Namun, dalam mengembangan ekonomi berkelanjutan (green economy) sebagai bagian dari pemulihan hijau masih dihadapkan pada inharmonisasi dalam kebijakan, di antaranya kebijakan pengembangan PLTS atap.

Baca Juga: Polemik Kebijakan Pembatasan PLTS Atap, Begini Pandangan Pengamat

Maka dari itu, ia menilai  adopsi PLTS atap perlu terus didorong, sekalipun tantangan, kendala maupun potensi risiko yang dihadapi ke depan masih relatif besar.

"Akan tetapi pengembangan solar rooftop ini merupakan langkah terpilih, yang diproyeksikan dan diyakini merupakan salah satu langkah prioritas dan optimal dalam rangka pengembangan penyediaan energi baru terbarukan dan merupakan bagian dari kegiatan prioritas nasional dalam kerangka transformasi energi nasional," ujar Jadhie, Rabu (10/8/2022).

Sementara itu, Gubernur Bali, I Wayan Koster menyatakan pihaknya mendukung adopsi PLTS atap dengan menerbitkan berbagai instrumen kebijakan, seperti salah satunya, Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.

"Respons masyarakat sangat bagus. Namun, saat ingin digenjot, ada kebijakan dari PLN yang membatasi pemasangan PLTS atap hanya sampai 15 persen," ujarnya. 

Sambil berjanji akan membicarakan lebih lanjut dengan pembuat kebijakan di tingkat nasional mengenai kendala pemasangan PLTS atap, Koster mengungkapkan bahwa pengembangan energi bersih harus dilihat secara utuh, bukan parsial semata.

"Penggunaan energi bersih akan membuat ekosistem menjadi baik, termasuk juga dengan kesehatan. Jika PLN merasa rugi, maka sebaiknya mengubah skema bisnisnya," ungkapnya.

Senada, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR yang juga merupakan Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), mendorong PLN untuk mengkaji kembali kebijakannya guna mendorong penetrasi PLTS atap yang masif.

"Kebijakan pembatasan kapasitas PLTS yang dipasang di suatu bangunan ini telah membuat PLTS atap menjadi tidak menarik. Selain itu, hal ini membuat banyak EPC setara UMKM yang tergabung dalam keanggotaan AESI merumahkan karyawannya karena sedikitnya permintaan untuk memasang PLTS atap," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: