Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cadangan Minyak Terus Menipis, Energi Baru Terbarukan Suatu Keharusan

Cadangan Minyak Terus Menipis, Energi Baru Terbarukan Suatu Keharusan Sugeng suparwoto | Kredit Foto: ISt

Sementara pembakaran batu bara, ketika dibakar elepaskan sulfur dalam bentuk gas belerang dioksidan (SO2). Juga menghasilkan partikel katbon hitam dalam jumlah banyak. Itu sebabnya batu bara bahan bakar paling kotor.

Pembakaran batu bara selama satu abad terakhir telah menyebabkan bumi menjadi lebih panas. Kondisi tersebut, pemanasan global, membuat perubahan iklim mengganggu stabilitas alam.

“Bangsa indonesia kalau mau eksis ke depan, harus masuk energi baru terbarukan,” ungkap Sugeng.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) sudah memasuki tahap harmonisasi. Pemerintah dengan DPR telah selesai menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM).

Rapat Paripurna DPR RI ke-25 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 menyetujui RUU Inisiatif Komisi VII DPR, tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) menjadi RUU usulan DPR.

“Komisi VII DPR segera akan menyusun Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan. Itu lah tidak pernah sampai, karena tidak mudah. Hari ini, politik kita adalah politik fosil,” imbuhnya.

Saat ini semua negara Anggota G20 telah menetapkan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050-2070 tergantung pada kondisi ekonomi, sosial, energi, dan kemampuan teknologi dimiliki masing-masing negara. Indonesia sendiri menetapkan NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat apabila ada dukungan internasional.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana menyatakan, percepatan pemanfaatan energi terbarukan bukan suati pilihan melainkan sebuah keharusan.

"Energi terbarukan menurut saya bukan suatu pilihan. Bahwa ini sudah tidak ada pilihannya. Kita pilihannya hanya itu," ujarnya.

Menurut Dadan, energi fosil, batu bara, minyak bumi kemudian gas alam itu digunakan untuk mengantarkan percepatan Net Zero Emission.

"Angkanya ini di tahun 2060, kalau bisa lebih cepat dengan dukuungan dari internasional," tuturnya.

"Tetap mendorong produksi migas naik, tapi pemanfaatanya bergeser ke arah energi menjadi ke arah sebagai bahan baku material," tambahnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: