Investasi menjadi kata yang paling populer belakangan ini. Kata ini seolah menjadi sihir, khususnya bagi kaum muda, untuk mengapai kemerdekaan secara finansial.
Tapi, menurut Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, euforia dalam berinvestasi ini harus disertai dengan pengetahuan yang cukup bagi anak-anak Generasi Z sebagai investor pemula. Jangan sampai generasi yang lekat dengan gadget dan dunia digital ini hanya berinvestasi karena ikut-ikutan, tanpa punya pengetahuan.
“Kalau kita tak ajari mereka, mereka bisa kapok berinvestasi. Forum ini berguna untuk meningkatkan literasi ke masyarakat. Membekali diri untuk berhasil di pasar finansial itu penting,” tutur Purbaya dalam seminar hybrid bertajuk “Merdeka Finansial di Era Digital” yang digagas Validnews.id di Jakarta, Kamis (18/08).
Ia menyatakan, anak muda saat ini memiliki kecenderungan mengadopsi media digital, khususnya media sosial, dalam mengambil keputusan terkait keuangan dan investasi. Di sisi lain, anak muda juga memiliki kecenderungan ingin mendapatkan keuntungan cepat dalam berinvestasi.
“Generasi muda cenderung tergiur dengan investasi yang berisiko tinggi. Risikonya tidak dipelajari sama sekali, makanya flexing laku,” ujarnya.
Baca Juga: Bingung Investasi Saat Inflasi dan Resesi Global? Reksa Dana Solusinya!
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jika pada 2018 lalu, investor pasar modal tercatat hanya sebanyak 1,6 juta, pada Juli 2022, jumlahnya sudah mencapai 9,3 juta. Pada periode yang sama, investor saham mencapai 4,1 juta, reksadana 8,6 juta dan surat berharga negara (SBN) sebanyak 736,4 ribu.
Di satu sisi, kegairahan berinvestasi ini, lanjutnya, jadi sesuatu yang positif buat perekonomian. Tapi di sisi lain, maraknya minat berinvestasi kerap tak diiringi oleh pengetahuan yang cukup.
“Minat investasi di pasar modal mengalami kenaikan yang impresif, padahal sejak puluhan tahun lalu peningkatan tak banyak terjadi. Inklusi dan literasi keuangan semakin meningkat, namun terdapat gap antara inklusi dengan literasi. Selain itu, juga terdapat gap inklusi dan literasi antar wilayah di Indonesia,” imbuhnya.
Ia melanjutkan, secara demografi, investor di Indonesia didominasi oleh generasi muda (di bawah usia 30 tahun) dan latar belakang pendidikan tertinggi SMA/sederajat.Berdasarkan kelompok umur, data KSEI menyebutkan, investor dengan usia di bawah 30 tahun jumlahnya mencapai 59,43% dan menguasai Rp54,79 triliun.
Di umur-umur seperti itu, investor yang ada kebanyakan memang masih dalam tahap awal berinvestasi. Tak heran porsi investasi masih belum terlalu besar dialokasikan dari pendapatan yang diterima.
Masih sesuai data KSEI, jika berdasarkan pendapatan, sekitar 49,54% investor ditempati oleh investor dengan penghasilan Rp10-100 juta dengan total dana ebesar Rp179,9 triliun. Disusul oleh investor berpenghasilan di bawah Rp10 juta sebanyak 38,17% dengan total investasi sebesar Rp 170,9 triliun.
Purbaya menyarankan, sebelum benar-benar terjun ke dunia investasi, anak muda seharusnya bisa melakukan profiling pada dirinya sendiri. Mereka bisa memulai berinvestasi setelah memenuhi kebutuhan dasar, dana darurat dan asuransi.
“Kuncinya sabar. Jangan anggap investasi itu bisa bikin langsung kaya. Jangan berutang dalam berinvestasi karena bunga pinjaman itu sudah pasti, sedangkan return investasi belum pasti ,” tutur Mantan Kepala Ekonom Danareksa Sekuritas tersebut.
Baca Juga: Pelajari Keamanan Investasi di Ruang Digital Agar Bisa Cuan
Dalam kesempatan yang sama, Yazid Muamar Financial Expert Ajaib Sekuritas mengatakan, untuk mengatasi inflasi dan ketidakpastian di masa depan, seseorang memang sebisa mungkin berinvestasi.
“Nah, pasar modal bisa jadi alnternatif menambah aset untuk mengatasi ketidakpastian di masa depan,” ucapnya.
Namun, ia mengingatkan, buat investor pemula dan mahasiswa, investasi ke pengetahuan dalam bidang keuangan, penting dilakukan sebelum menceburan diri ke dunia investasi.
“Kalau mau mencoba, pakai uang kecil dulu, ambil saham-saham blue chip, setelah bekerja dan dapat penghasilan lebih besar, baru bisa dikelola secara lebih managable,” ujarnya.
Menurutnya, investasi hanya terbagi dalam dua jangka waktu, jangka panjang dan jangka pendek. “Kalo jangka pendek, kita harus konsisten. Harus belajar tehnikal. Harus bisa membaca tren. Ambil (saham) di level support. Harus tahu garis support dan resisten,” ucapnya.
Sebagai sekuritas yang mengutamakan platform digital, Ajaib, kata Yazid, pihaknya meminta investor memagng tiga prinsip, yakni Paham, Punya dan Pantau.
“Ingat, pasar modal itu dinamis. investasi itu gak instan, orientasinya jangka panjang dan effortnya perlu dilakukan secara berkala dan rutin. Kami selalu melakukan edukasi di medsos tiap jam 8.30 sebelum market buka,” tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: