Pengamat Politik Baca Tanda-tanda KIB Menjadi Koalisi 'Gemuk', Bukti-buktinya Tampak
Partai Demokrat yang mengungkapkan butuh koalisi besar untuk memenangkan Pemilu 2024 dan menjalankan pemerintahan, ditanggapi oleh Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
PAN, sebagai salah satu anggota KIB, menyetujui wacana koalisi besar dan mengajak Partai Demokrat untuk bergabung bersama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan Golkar dan PPP tersebut.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai koalisi gemuk yang diinginkan KIB adalah suatu hal yang wajar mengingat KIB butuh masih dukungan dari partai lain.
“Saya melihatnya jika KIB ingin memperbanyak atau menambah koalisi dari partai-partai politik yang lain, maka itu hal yang wajar. Sebab bagaimanapun KIB itu butuh dukungan dari partai-partai lain,” kata Ujang di Jakarta, Jumat (19/8/2022).
Menurut Ujang, koalisi besar mempunyai kelebihan dalam menghadapi pertarungan Pilpres 2024. Selain menguntungkan untuk tujuan pemenangan pasangan Capres - Cawapres, koalisi besar juga bermanfaat dalam menjalankan roda pemerintahan ketika kelak koalisi berhasil menang.
“Jika nanti bertarung di Pilpres 2024 dan kemudian menang, artinya dibutukan koalisi besar. Butuh pengamanan dari partai-partai koalisi yang ada dalam konteks di pemerintahan maupun di parlemen. Jadi, dalam hal ini koalisi akan diusahakan sebesar mungkin, segemuk mungkin. Sebisa mungkin yang dilakukan KIB,” ujar Kang Ujang sapaannya.
Oleh sebab itu, Ujang melihat KIB akan menyambut baik partai yang ingin bergabung dengan koalisi yang mengusung visi PATEN itu.
Meski ada keuntungan besar dalam koalisi gemuk, tantangan juga ada. Koalisi besar dengan banyak partai pasti akan memunculkan banyak pandangan berbeda. Tantangannya adalah bagaimana menyatukan suara semua partai anggota.
“Mereka akan sama-sama berjuang untuk memenangkan koalisi itu, siapapun nanti capres-cawapres (yang diusung). Minusnya tentu koalisinya gemuk, terlalu banyak pendapat, terlalu banyak perbedaan. Tentu itu harus disatukan, disamakan," ujar Ujang.
Ujang menilai adanya risiko dari koalisi besar yakni semakin berkurangnya partai oposisi dalam pemerintahan yang bisa menganggu mekanisme perimbangan kekuasaan (check and balances).
Padahal mekanisme itu penting untuk mengoreksi serta meluruskan sebuah pemerintahan serta mendorong pertumbuhan ke arah yang lebih baik.
“Namun, yang harus kita lihat adalah kebutuhan saat ini, ke depan, adalah koalisi gemuk bukan hanya untuk mengamankan 20 persen tiket pilpres, tetapi juga mengamankan pemerintahan ke depan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto