Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Akademisi Sebut Kenaikan BBM Impor Tak Terelakkan

Akademisi Sebut Kenaikan BBM Impor Tak Terelakkan Kredit Foto: Rena Laila Wuri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tumiran, Akademisi Universitas Gadjah Mada menyebut rencana Pemerintah untuk menaikan harga BBM subsidi akibat kenaikan harga minyak dunia tak bisa dihindari lagi. Dia menilai kebijakan menaikan harga BBM subsidi ini mencerminkan langkah panik Kementrian Kementrian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terhadap masih tingginya harga minyak mentah dunia. 

Karena itu seharusnya Pemerintah melalui Kementrian ESDM sudah bisa mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia terhadap harga BBM subsidi di Indonesia. Bahkan Tumiran menilai selama langkah aksi dan antisipasi Kementrian ESDM untuk mengurangi ketergantungan akan impor BBM terbilang sangat rendah.

"Padahal sewaktu saya masih menjadi anggota Dewan Energi Nasional sudah mempersiapkan antisipasi mengurangi ketergantungan akan impor BBM. Namun hingga saat ini tak ada upaya signifikan dari Kementrian ESDM. Upaya antisipasi mengurangi impor BBM harusnya dilakukan 3 tahun yang lalu. Mengurangi ketergantungan impor ini wajib dilakukan Kementrian ESDM karena Indonesia sudah menjadi net importir minyak,” terang Tumiran.

Tumiran memberikan contoh lambatnya respon Kementrian ESDM untuk mengurangi impor BBM dan LPG adalah lambatnya transisi penggunaan mobil listrik di Indonesia.

Bahkan industri otomotif Indonesia berbasis BBM masih terus ditingkatkan kapasitasnya. Dengan tingginya industri otomotif berbasis BBM ini dinilai Tumiran menjadi salahsatu biang kerok kenaikan konsumsi BBM subsidi di Indonesia.

Sudah banyak research dari universitas di dalam negeri menggenai kendaraan listrik. Namun respon Kementrian ESDM dan Kementrian Perindustrian, lanjut Tumiran kaya tak ingin menengok dan menggembangkan kendaraan listrik sebagai satu kesatuan untuk mengurangi ketergantungan impor BBM.

Daripada sibuk impor BBM, menurut Tumiran seharusnya Kementrian ESDM dan Kementrian Perindustrian bisa investasi beberapa triliun untuk penggembangan mobil listrik guna kurangi ketergantungan impor BBM. 

Tumiran yang juga menjabat sebagai Direktur Engineering Riset Innovation Center ini menambahkan, seharusnya Kementrian ESDM dan Kementrian Perindustrian membuat roadmap dan aksi nyata konversi mobil BBM ke listrik ini.

Dengan mengurangi produksi mobil berbasis BBM dan mempercepat produksi kendaraan listrik. Percepatan penggunaan dan produksi kendaraan listrik dalam negeri harus ada aksi nyatanya agar bisa tumbuh. 

“Tak hanya sekadar statment Kementrian ESDM akan mendorong produksi dan penggunaan kendaraan listrik di dalam negeri. Harus ada skenario besar dari Kementrian ESDM," ungkap Tumiran.

Ketergantungan impor energi juga terjadi di LPG. Menurut data yang dimiliki Tumiran, konsumsi LPG di Indonesia 70% masih mengandalkan impor. Kementrian ESDM beberapa waktu yang lalu melalui Menteri Erick Thohir sudah mendorong perceptan transisi untuk menggunakan kompor induksi listrik.

Kenapa Kementrian ESDM tidak mempercepat konversi penggunaan kompor listrik. Saat ini suplai listrik di Indonesia sangat berlimpah. Kita tak usah memperdebatkan penggunaan pembangkit listrik dari batubara terlebih dahulu.

Namun faktanya saat ini produksi listrik PLN over supply. Seharusnya Kementrian ESDM bisa memaksakan masyarakat untuk menggunakan kompor listrik. 

“Dengan menggunakan kompor listrik akan mengurangi impor LPG. Dan dampaknya dapat mengurangi pengeluaran Kementrian ESDM untuk subsidi LPG," sebut Tumiran.

Untuk mewujudkan konversi ini Kementrian ESDM harus memperbaiki struktur pelanggan listrik di Indonesia. Menurut Tumiran Kementrian ESDM bisa menghapuskan pelanggan listrik 450 VA dan mengganti menjadi 2200 VA. Nantinya masyarakat miskin yang selama ini menggunakan listrik 450 VA bisa mendapatkan subsidi langsung dari Pemerintah.

Jadi mereka bisa dikasih subsidi langsung oleh Pemerintah tanpa melalui PLN. Tujuannya agar PLN fokus untuk berbisnis dan memproduksi listrik saja. Sehingga nantinya PLN menjadi perusahaan yang transparan dan efisien.

Harusnya konversi mobil listrik dan kompor induksi ini dilakukan lintas kementerian. Jadi selama ini rencana mengurangi ketergantungan akan BBM dan LPG impor oleh Kementrian ESDM hanya short term saja. 

Jika konversi mobil BBM dan kompor induksi berjalan maka akan membuat kebutuhan listrik meningkat. Meningkatnya kebutuhan ini Tumiran percaya industri listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) juga akan berkembang. Saat ini yang terjadi listrik EBT dipaksa masuk, sementara PLN over suplay. Tentu suplay listrik EBT tak akan bisa diterima oleh PLN.

Meski sudah terlambat, namun menurut Tumiran Pemerintah harus tetap menjalankan program untuk mengurangi ketergantungan akan BBM dan LPG impor. Agar impor BBM dan LPG turun Pemerintah punya tugas untuk mengedukasi masyarakat untuk mengurangi konsumsi.

Selain itu Pemerintah juga harus menata dan menggalakan penggunaan angkutan umum. Pemerintah juga harus mengurangi industri mobil BBM secara simultan dengan memberikan kenaikan pajak.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: