Anggota Komisi IV DPR RI Suhardi Duka menilai setelah sempat anjlok secara signifikan, kini harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani sudah mulai membaik seiring dengan membaiknya sistem tata kelola kelapa sawit nasional. Bahkan harga TBS bisa mencapai level tertinggi dari yang pernah dicapai sebelumnya yakni sebesar Rp3.500 per kg.
Potensi harga TBS normal kembali tersebut bisa dicapai jika tata kelola kelapa sawit terus membaik. "Jika tata kelolanya sudah baik, kenaikan bisa mencapai harga seperti awal tahun yakni Rp3.500 per kg bahkan bisa lebih tinggi lagi," katanya pada Wakil Rakyat Bicara Sawit 2022, baru-baru ini.
Mantan Bupati Mamuju dua periode itu menambahkan tata kelola kelapa sawit mulai baik seiring dicabutnya larangan ekspor, kebijakan domestik market obligation (DMO) dan pencabutan pungutan pajak ekspor CPO dan produk turunanya.
Untuk menyempurnakan tata kelola kelapa sawit, penerapan B-30 menjadi B-40 atau B-50 perlu segera dilakukan oleh Pemerintah. Jika kebijakan B-40 atau B-50 bisa diterapkan di Indonesia, maka ketergantungan Indonesia terhadap ekspor CPO tidak terlalu tinggi lagi sehingga Indonesia memiliki daya tawar yang tinggi terhadap penjualan CPO ke luar negeri.
Baca Juga: Menteri ESDM: Banyak Perusahaan Batu Bara Lebih Pilih Bayar Sanksi Dibanding Penuhi DMO
Politisi Partai Demokrat tersebut mencermati kenaikan harga minyak mentah dunia yang sangat tinggi. Hal itu telah memberikan peluang bagi Indonesia sebagai penghasil sawit terbesar dunia untuk segera menerapkan penggunaan biodiesel secara lebih massif. Sebab, penggunaan biodisel menjadi salah satu alternatif yang bisa mengurangi subsidi APBN terhadap migas atau penggunaan solar di dalam negeri.
Mantan Ketua DPRD Mamuju itu menambahkan Indonesia tercatat sebagai penghasil kelapa sawit terbesar nomor satu dunia sehingga ketergantungan terhadap ekspor sangat tinggi. Menurut dia, ketergantungan Indonesia terhadap ekspor CPO yang tinggi dikarenakan produksi CPO Indonesia hampir mencapai 50 juta ton per tahun, sedangkan penggunaan CPO dalam negeri baru berkisar antara 8 hingga 10 juta ton per tahun.
"Dengan demikian, ketergantungan ekspor Indonesia untuk produk CPO sangat tinggi. Kalau terganggu tata kelolanya dengan membatasi ekspor, dapat menyebabkan sawit Indonesia mati suri," ujarnya.
Baca Juga: Tutup Pekan III Agustus 2022, Harga CPO di KPBN Tercatat Naik Jadi Segini
Dia mengungkapkan Indonesia sempat menikmati harga TBS sebesar 3.500 per kg di tingat petani pada tahun 2021 hingga awal tahun 2022. Harga tersebut sangat bagus. Namun, kemudian terjadi penurunan dikarenakan Pemerintah melakukan larangan atau pembatasan ekspor CPO. Pada saat larangan ekspor diberlakukan, tangki-tangki CPO penuh sehingga produksi CPO tidak bisa dilakukan.
Di sisi lain, perkebunan-perkebunan besar akan memprioritaskan pasokan TBS dari perkebunan inti atau plasma sehingga TBS dari petani swadaya menjadi dinomorduakan.
Akibatnya, harga TBS anjlok bahkan sempat berada dibawah angka Rp500 per kg. Harga ini tidak sesuai dengan biaya produksi bagi petani. Oleh karena itu, tata kelola kelapa sawit harus dijaga kalau sudah mulai bagus. Mengenai harga minyak goreng yang sempat naik, nantinya bisa disubsidi yang dana subsidinya diambil dari pajak ekspor CPO dan produk turunan kelapa sawit lainya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri