Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pernyataan Suharso Monoarfa Jadi Sorotan, Soal Amplop Kiai Buat Suara PPP Terancam!

Pernyataan Suharso Monoarfa Jadi Sorotan, Soal Amplop Kiai Buat Suara PPP Terancam! Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan KH Ahmad Fahrur Rozi menilai pernyataan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa akan mempengaruhi perolehan suara dari PPP.

Dirinya menyebut soal amplop kiai telah membuat kepercayaan Kalangan Pesantren ke PPP semakin berkurang.

Baca Juga: Gegara Soal Amplop Kiai, Suharso Monoarfa Kini Harus Siap Berurusan dengan Polri

’’Karena PPP ketumnya itu dianggap orang yang tidak paham tentang bagaimana caranya menghormati dan menghargai pesantren, apalagi itu diomongkan di depan KPK,” ungkap pria yang biasa disapa Gus Fahrur itu, Jumat (26/8).

Ia juga menilai bawa ilustrasi tersebut tidak pantas dan tidak layak disampaikan oleh Suharso, apalagi ia merupakan ketua umum partai berlambang Ka’bah dengan konstituen umat Islam.

’’Ilustrasi tersebut sangat tidak layak untuk seorang ketum partai politik khususnya yang berbasis Islam, itu berarti dia tidak memahami tradisi yang berkembang di masyarakat, bagaimana kita, masyarakat dan kiai itu ada simbiosis saling menghargai, saling memuliakan, itu tidak ada maksud sama sekali untuk sogok,” katanya menegaskan. “Saya kira PPP harus introspeksi dan mereka harus minta maaf,” tambah Gus Fahrur.

Gus Fahrur mengatakan, bahwa menyamakan memberi sesuatu kepada kiai dengan politik uang tidaklah bisa dibenarkan. Sebab, menurut Gus Fahrur, kiai itu melayani dan menjadi rujukan masyarakat, maka tentu saja masyarakat sangat menghormati para kiai yang telah menghabiskan waktunya untuk melayani dan memberikan sesuatu kepada kiai hanyalah sekadar penghargaan.

Baca Juga: Isu Kenaikan Harga BBM, Suharso Monoarfa: Pasti Ada Tambahan Anggaran Kompensasi dan Subsidi Energi

’’Memberikan sesuatu menjadi tradisi, menghormati guru, seperti kita bertamu bawa oleh-oleh. Tidak bisa disebut money politic, karena mereka (para kiai) kan bukan penentu kebijakan,” jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: