Daripada Beri Bantalan Sosial untuk Tutupi Kenaikan BBM, Pakar Kebijakan Publik Sebut Harusnya Pemerintah Pakai Cara Ini
Untuk mendukung ekonomi rakyat, rencananya, pemerintah akan menggelontorkan Rp. 24,17 triliun yang dipecah menjadi BLT sebesar Rp12,4 triliun dengan menyasar 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang disalurkan melalui Kementerian Sosial (Kemensos) melalui PT. Pos Indonesia dengan nilai Rp 150 ribu selama empat kali.
Selebihnya adalah Bantuan Subsidi Upah (BSU) dengan alokasi anggaran Rp. 9,6 triliun yang salurkan melalui Kementerian Ketenagakerjaan dengan sasaran 16 juta pekerja yang punya gaji dibawah Rp. 3,5 juta per bulan masing-masing akan diberikan sebesar Rp. 600 ribu, Sisanya adalah Subsidi transportasi yang diperuntukan untuk Angkutan Umum.
Baca Juga: Kenaikan Harga BBM Bikin Ketar-Ketir, Begini Nasib Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS Hari Ini
Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa BLT yang disalurkan dinilai tidak sebanding dengan besarnya dampak yang akan ditimbulkan.
“Pertama, penyaluran bantuan dengan nilai kecil sebesar Rp. 150 ribu untuk BLT dan Rp. 600 ribu untuk BSU (tidak jelas untuk berapa bulan) tentunya hanya meredam dampak yang timbul untuk waktu sementara dengan nilai yang tidak signifikan, sementara dampak yang timbul dari kenaikan harga ini akan menimpa dalam waktu yang panjang,” ungkapnya melalui keterangan tertulis yang diterima Warta Ekonomi, Rabu (31/08/22)
Menurutnya jika BBM naik maka harga-harga yang ikut naik akan sulit untuk turun kembali. Belum lagi imbas kepada para pekerja yang di PHK belum tentu bisa mendapatkan pekerjaan kembali dalam waktu yang cepat.
Baca Juga: Subsidi BBM Bengkak, Warganet Gaungkan Tagar #SubsidiHarusTepatSasaran
“Dengan demikian Bantalan Sosial yang digelontorkan sebesar Rp. 24,17 triliun tidak akan sebanding dengan tingkat resiko yang akan ditanggung atas kebijakan kenaikan BBM,” katanya.
Bukan bantalan sosial, Achmad menyarankan agar Pemerintah bisa menggunakan defisit anggaran yang masih ada ruang di atas 3% sebagaimana UU membolehkan untuk mempertahankan subsidi BBM ditambah dengan pengurangan proyek-proyek yang tidak menghasilkan.
“Proyek-proyek infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya terhadap APBN harus dialihkan dulu untuk menangani subsidi BBM, contohnya tunda pembangunan IKN dan PMN Kereta Api Cepat,” tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty