Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Janji-janji yang Diucap Amerika Ditagih Lagi, Palestina: Jangan Cuma Inisiatif

Janji-janji yang Diucap Amerika Ditagih Lagi, Palestina: Jangan Cuma Inisiatif Kredit Foto: Anadolu Agency/Palestinian Prime Ministry
Warta Ekonomi, Ramallah, Tepi Barat -

Janji-janji yang pernah diucapkan Amerika Serikat kembali ditagih Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh. Washington yang mengaku mendukung Palestina sebagai negara anggota penuh di PBB masih belum ditepati.

Hal itu disampaikan Shtayyeh saat bertemu Utusan AS untuk Israel dan Palestina Hady Amr di Ramallah, Rabu (31/8/2022). Shtayyeh mengungkapkan, Palestina sedang mengalami tekanan yang cukup besar.

Baca Juga: Palestina Suarakan Ini dari Jakarta, Israel Siap-siap Terima Konsekuensinya

Di satu sisi, Palestina menghadapi tindakan represif Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk penyerangan ke Masjid Al-Aqsa, pembunuhan di luar proses hukum, dan perampasan tanah.

Di sisi lain, Palestina juga menghadapi krisis keuangan dan kurangnya cakrawala politik. Karena itu, Shtayyeh menegaskan kembali perlunya kemauan politik AS untuk mendukung Palestina dan merealisasikan janji-janjinya yang pernah disampaikan, khususnya pembukaan kembali konsulat AS untuk Palestina di Yerusalem guna melindungi solusi dua negara.

“Kami juga berusaha menghidupkan kembali pengajuan politik dengan meminta untuk menjadi anggota penuh negara di PBB mengingat tidak adanya inisiatif politik untuk menyelesaikan masalah Palestina,” kata Shtayyeh seraya menyerukan AS untuk tidak mengganggu upaya ini dan mengakui negara Palestina, dilaporkan laman kantor berita Palestina, WAFA.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah menyampaikan rencananya membuka kembali konsulat AS untuk Palestina di Yerusalem. Hal itu diharapkan dapat memulihkan dapat memperdalam hubungan Washington dengan Palestina.

Pada Desember 2017, AS, di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. AS menjadi negara pertama di dunia yang memberi pengakuan semacam itu. Pada Mei 2018, Washington memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem. Di tahun yang sama, pemerintahan Trump menutup konsulat AS untuk Palestina di Yerusalem Timur.

Sejak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Pelestina memutuskan mundur dari negosiasi damai dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai Washington tak menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Tel Aviv.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: