Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Viral Suami di Flores Timur Tega Bunuh Istrinya, Ini Tanggapan Kemen-PPPA

Viral Suami di Flores Timur Tega Bunuh Istrinya, Ini Tanggapan Kemen-PPPA Kredit Foto: Rena Laila Wuri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPPA) turun tangan melakukan perlindungan terhadap empat anak korban dari kasus pembunuhan istri oleh suaminya, di Kecamatan Solor Selatan, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Perlindungan khusus tersebut ditujukan untuk memastikan anak tidak mendapatkan stigma negatif dari lingkungan sekitar, sekaligus menjamin pengasuhan dan tumbuh kembang anak terlaksana dengan baik.

Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen-PPPA, Nahar, mengimbau masyarakat agar tidak memberi stigma pada keempat anak korban kasus pembunuhan istri oleh suaminya karena akan menambah trauma. Dia menjelaskan, keempat anak tengah mengalami trauma, terutama dua anak yang menyaksikan pembunuhan itu.

Baca Juga: Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Suporter Bola di Sleman, Ini Langkah KemenPPPA

"Kemen-PPPA akan membantu menyediakan psikolog atau psikiater untuk mendalami kejiwaan anak. Hal ini menjadi perhatian kami untuk memastikan keempat anak mendapatkan pendampingan dan pemulihan dari trauma yang dialaminya," kata Nahar dalam keterangannya, Selasa (6/9/2022).

Nahar menegaskan, Kemen-PPPA bersama Dinas Provinsi NTT dan Kabupaten Flores Timur akan terus memastikan keempat anak dari orang tua yang menghadapi kasus hukum di Flores Timur mendapatkan perlindungan. Upaya perlindungan tersebut sesuai dengan amanat UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal 1 angka 2: segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

"Kemen-PPPA melalui Layanan SAPA 129 akan terus berkoordinasi dengan Dinas PPPA Provinsi NTT dan Dinas PPAKB Flores Timur untuk mengetahui perkembangan anak dan memberikan dukungan teknis yang diperlukan dalam proses pemulihan," ungkap Nahar.

Nahar mendorong peran pemerintah daerah untuk terus mengawal kasus tersebut dan memberikan pendampingan jika anak mengalami stigma dan memerlukan perlindungan khusus lainnya. Hal tersebut merujuk pada UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 59 yang menegaskan bahwa anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang Tuanya berhak mendapatkan perlindungan khusus.

UU tersebut menegaskan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan Perlindungan Khusus kepada Anak. Nahar menekankan bahwa anak tidak bersalah. Anak tidak boleh menjadi korban yang kedua kalinya atas stigmatisasi.

Baca Juga: Kemen PPPA : Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 MCWE) Angkat Tiga Isu Utama Perempuan

"Siapapun anak tersebut dalam kasus apapun, anak tidak boleh menjadi korban atas stigmatisasi masyarakat. Oleh karena itu, kami mendorong masyarakat baik perorangan maupun Lembaga agar turut serta memberikan perlindungan khusus bagi anak, antara lain dengan tidak memublikasikan identitas dan merundung anak, termasuk di ranah daring. Ini tanggung jawab kita bersama untuk menjaga setiap anak bebas dari segala tindak kekerasan secara fisik dan psikis," ucap Nahar.

Anak-anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait kondisi orang tua berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam bentuk konseling, rehabilitasi sosial, dan pendampingan sosial.

Saat ini keempat anak korban yang berusia 17 tahun, 12 tahun, 10 tahun, dan 8 tahun tinggal bersama pamannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: