Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Putri Candrawathi Tak Kunjung Ditahan Tuai Protes, Pakar Hukum Punya Pandangan Berbeda: Bisa Dijadikan Standar Penanganan Hukum

Putri Candrawathi Tak Kunjung Ditahan Tuai Protes, Pakar Hukum Punya Pandangan Berbeda: Bisa Dijadikan Standar Penanganan Hukum Putri Candrawathi mengenakan baju serba putih saat rekonstruksi kasus pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir J. | Kredit Foto: Suara.com/Youtube Polri TV
Warta Ekonomi, Jakarta -

Masih tidak ditahannya salah satu tersangka pembunuhan Brigadir J, yakni Putri Candrawathi (PC), membuat publik melontarkan protes. Hal tersebut dinilai sebagian orang mencederai rasa keadilan.

Menanggapi protes soal tidak ditahannya seorang tersangka, pakar hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Adyatma Abdullah mencoba memberi pemahaman. Dia menjelaskan, penahanan dalam hukum acara diatur dalam KUHAP pasal Pasal 1 butir 21: penahanan atau penempatan tersangka atau terdakwa di suatu tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim.

Baca Juga: Benarkah Hanya 'Bisikan' Kuat Ma'ruf Bikin Sambo Habisi Brigadir J? Refly Harun: Perjudian-Narkoba Lebih Masuk Akal

Menurut Adyatma, alasan penahanan terbagi 2, yaitu alasan objektif dan subjektif. Alasan subjektif meliputi, tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan melarikan diri, dikhawatirkan menghilangkan barang bukti, serta dikhawatirkan mengulangi perbuatan pidana yang disangkakannya.

Sementara alasan objektif, Adyatma menuturkan tindak pidana yang diancam 5 tahun atau lebih. atau ada pasal pengecualian. Karena pasal yang disangkakan dalam kasus pembunuhan Brigadir J adalah pasal 340 dan 338 pembunuhan, alasan objektif terpenuhi.

"Ancaman hukumannya di atas 5 tahun dan sampai 20 tahun serta hukuman mati, secara hukum terpenuhi alasan objektif penahanan. Namun, karena penahanan adalah kewenangan penyidik, berlaku alasan penahanan selanjutnya adalah alasan subjektif," jelasnya.

"Apakah tersangka akan menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan dan atau melarikan diri. Kalau berdasar atas perfektif hukum, kembali lagi kepada subjektivitas penyidik apakah perlu penahanan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan," tambahnya.

Adyatma melanjutkan, kalau dilihat dari perpektif sosial, persoalan yang dapat ditangkap adalah adanya perasaan tidak puas oleh sebagian besar masyarakat dan perasaan yang tidak adil.

"Hal demikian dapat dipahami apa yang menjadi keluhan masyarakat karena kalau membandingkan berbagai kasus-kasus sebelumnya, banyak kasus yang dilakukan oleh perempuan dilakukan penahanan," tandas Adyatma.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: