Era digitalisasi tak terelakan lagi, pengguna internet di dunia bahkan kini telah mencapai 4,7 miliar di tahun 2022. Dapat dibayangkan di era yang tak terbatas ini, orang dari berbagai belahan dunia lain dengan perbedaan kultural saling berinteraksi.
Agar tidak saling berbenturan, maka diperlukan etika digital yang mengatur tata kesopanan pengguna di dalamnya meski tidak bertatap muka. Di tengah pengaruh arus informasi yang di dalamnya juga banyak sebaran konten negatif seperi hoaks, ujaran kebencian, hingga perundungan sosial, maka diperlukan pondasi kuat pemahaman literasi digital.
"Keluarga harus menjadi tempat anak belajar literasi digital, sebab seluruh anggota keluarga khususnya anak-anak merupakan sasaran dari ancaman kejahatan digital," ujat Konsultan Menejemen Sumber Daya Manusia, Willy Arwiguna, saat webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Selasa (6/9/2022).
Dunia digital sangat rentan akan ancaman konten negatif berupa pornografi, sexting dan grooming online yang membujuk korban terutama anak untuk mau mengikuti apa yang diminta.
Selain itu orangtua juga harus waspadai kejahatan atas data dan identitas pribadi seperti pengambilan foto atau video anak untuk pornografi, pengambilan data pribadi anak dan keluarga yang bisa disalahgunakan.
Akhir-akhir ini pun marak terjadi perundungan sosial yang memengaruhi psikologis anak di dunia maya hingga bisa menyebabkan anak merasa dikucilkan. Sehingga para orangtua selain memberikan fasilitas juga harus menetapkan aturan main atas akses digital untuk anak.
Baca Juga: Dongkrak Tingkat Literasi Indonesia, KBI Ajak Masyarakat Gemar Membaca
Di samping itu orangtua atau anggota keluarga lain yang lebih dewasa juga hendaknya melakukan pendampingan pada saat anak mengakses digital terutama secara langsung dan bersama orang asing. Anak juga harus menetapkan tujuan saat mengakses media digital dan belajar prinsip dasar pengamanan.
Dasar pengamanan digital anak meliputi melindungi data dan identitas diri, tidak mengunggah foto/video secara luas di media sosial, tidak mencantumkan identitas diri secara spesifik seperti data tanggal lahir maupun nama lengkap. Anak pun harus diajarkan cara mengenali lawan interaksinya, etika serta tata cara interaksi. Anak bahkan harus diajarkan untuk memilah dan memilih aplikasi, konten sesuai dengan tujuan kebutuhan.
Baca Juga: Pentingnya Etika Digital dengan Pengguna Internet Dunia Mencapai 4,7 Miliar
Merespons perkembangan Teknologi Informasi Komputer (TIK), Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi dan mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.
Webinar #MakinCakapDigital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi.
Baca Juga: Pengguna Internet Indonesia Masih Harus Mengejar Ketertinggalan dalam Digital Skills
Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli dibidangnya antara lain Konsultan Menejemen Sumber Daya Manusia, Willy Arwiguna, Kabag Komunikasi RTIK Kabupaten Sidoarjo, Abdul Hamid Hasan, serta mengundang seorang Key Opinion Leader (KOL) dan Founder ParenThink, Mona Ratuliu. Untuk informasi lebih lanjut mengenai program Makin Cakap Digital hubungi info.literasidigital.id dan cari tahu lewat akun media sosial Siberkreasi atau instagram @literasidigitalkominfo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar