Pada penutupan pekan pagi ini, harga minyak terpantau masih berada dalam tren bullish didukung oleh sentimen dari rencana pertemuan Uni Eropa (UE) untuk membahas pembatasan harga gas Rusia, serta penjatuhan sanksi terbaru AS terhadap Iran.
Meski demikian, rencana perilisan minyak serta laporan stok AS membatasi pergerakan harga lebih lanjut. Hal ini disampaikan oleh Girta Yoga, Research & Development Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX).
Ia menuturkan jika negara-negara UE dijadwalkan akan mengadakan pertemuan darurat pada hari Jumat untuk membahas mengenai usulan pembatasan harga terhadap gas Rusia serta rencana pemangkasan biaya energi UE sebelum memasuki musim dingin.
“Berita tersebut memicu kekhawatiran akan memaksa Rusia untuk untuk menghentikan pasokan dari pipa gas Nord Stream 1 secara total ke UE, yang sekaligus akan memperparah krisis energi di UE saat musim dingin nanti. Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya telah melontarkan ultimatum untuk menghentikan ekspor minyak dan gas jika batas harga diberlakukan oleh pembeli Eropa,” ucapnya.
Baca Juga: Tergiur Diskon, Negara-negara Asia Buru Minyak dari Rusia, Indonesia Apa Kabar?
Selain itu, Girta menutukan bila hal yang turut mendukung pergerakan harga minyak lebih lanjut, AS pada hari Kamis (8/9) menjatuhkan sanksi terbaru pada Iran yang menargetkan empat perusahaan terkait produksi drone dan satu individu dari Iran, ungkap Departemen Keuangan di situs webnya pada hari Kamis (8/9). AS menuduh keterlibatan Iran sebagai pemasok drone ke Rusia yang digunakan dalam perang di Ukraina.
“Penjatuhan sanksi tersebut memicu potensi akan menghambat kemajuan dalam negosiasi nuklir Iran, yang sekaligus mengisyaratkan tertundanya Iran untuk dapat memasok minyak ke pasar global dalam kapasitas penuh,” tambahnya.
Sementara itu, lanjut Girta, Departemen Energi AS mempertimbangkan untuk melakukan perilisan lebih lanjut dari cadangan darurat negara setelah berakhirnya perilisan saat ini sebesar 180 juta barel yang akan berakhir pada bulan Oktober, ungkap Menteri Energi Jennifer Granholm pada hari Kamis (8/9).
Dari sisi pasokan, persediaan minyak mentah AS dalam sepekan melonjak naik sebesar 8,84 juta barel, di luar dugaan sebelumnya yang memperkirakan stok akan turun sebesar 250 ribu barel, ungkap laporan yang dirilis Kamis (8/9) malam oleh badan statistik pemerintah AS, Energy Information Administration (EIA). Selain itu, stok bensin juga dilaporkan naik sebesar 333 ribu barel untuk pekan yang berakhir 2 September. Kenaikan stok minyak mentah serta bensin tersebut mengindikasikan permintaan yang sedang lesu di pasar energi AS.
“Melihat dari sudut pandang teknis, harga minyak berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level $87 per barel. Namun, apabila menemui katalis negatif maka harga berpotensi turun ke supportterdekat di level $77 per barel,” ucapnya.
Baca Juga: Ternyata, Minyak Sawit Bisa Jadi Bahan Baku Pembuatan Tinta Lho!
Pada penutupan pekan pagi ini, harga minyak terpantau masih berada dalam tren bullish didukung oleh sentimen dari rencana pertemuan Uni Eropa (UE) untuk membahas pembatasan harga gas Rusia, serta penjatuhan sanksi terbaru AS terhadap Iran. Meski demikian, rencana perilisan minyak serta laporan stok AS membatasi pergerakan harga lebih lanjut.
Sementara iu, harga emas bergerak menguat di zona $1717,16 per troy ons. Pada pagi hari ini harga emas bergerak menguat dibandingkan pada hari perdagangan kemarin. Emas bergerak positif menguat ditopang oleh melemahnya indeks dolar.
“Harga emas menguat memanfaatkan momentum melemahnya indeks dolar ke zona 108,87. Kehati-hatian pasar dalam membaca beragam sinyal dari pejabat The Fed dan data ekonomi yang rilis membuat indeks dolar melemah. Emas yang dihargakan dengan dolar menjadi terasa lebih murah ketika dolar mengalami pelemahan sehingga meningkatkan permintaan terhadap emas. Pergerakan emas masih dibayangi oleh ekspektasi kenaikan suku bunga oleh The Fed,” tutur Girta.
Pasalnya, Presiden Fed Chicago Charles Evans menyampaikan kemungkinan kenaikan 75 basis poin walaupun dirinya belum memutuskan sikap dan masih akan berunding pada pertemuan Fed 20–21 September mendatang. Investor menantikan data US Customer Price Index yang berpotensi turut menjadi dasar bagi The Fed dalam mengambil keputusan terkait besaran kenaikan suku bunga.
“Suku bunga acuan yang tinggi membuat emas kehilangan daya tarik dibandingkan produk keuangan lainnya yang menawarkan imbal hasil lebih. Imbal hasil surat utang pemerintah AS saat ini berada di areal 3,31%. Terkoreksinya indeks dolar menjadi sentimen positif bagi kinerja emas,” ungkapnya.
Harga emas menguat dengan support saat ini beralih ke areal $1702,67 dan resistance terdekatnya berada di areal $1725,31. Support terjauhnya berada di areal $1696,95 hingga ke areal $1692,30, sementara untuk resistance terjauhnya berada di areal $1731,66 hingga ke areal $1735,23.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri