Bisnis pinjaman online (pinjol) ilegal semakin menjamur di tengah kemajuan teknologi informasi. Masyarakat kerap tergiur dengan kemudahan pengajuan yang ditawarkan. Bahkan beberapa orang tidak tahu melakukan pinjaman kepada pihak legal atau ilegal.
“Kita yang harus bisa memilih dan memilah, kira-kira pinjol legal dan ilegal seperti apa. Memang mau aman itu agak sedikit ribet, beda dengan yang ilegal,” kata Dosen dan Praktisi, M Adhi Prasnowo saat webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok masyarakat di wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur, pada Kamis (15/9/2022).
Berdasarkan statistik financial technology lending yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode Oktober 2021, sebesar Rp 15,57 triliun telah didistribusikan kepada masyarakat dengan segmen usia 19-34 tahun. Catatan ini menunjukkan terjadi pertumbuhan 82,3 persen.
Baca Juga: Berantas Pinjol Ilegal, OJK Perkuat Sinergi dengan Kemkominfo
Adhi menyebutkan, beberapa ciri pinjol ilegal, yakni tidak terdaftar atau berizin OJK, penawaran pinjaman melalui SMS atau Whatsapp, kemudin proses pencairan dana cepat. Sehingga individu dapat langsung menggunakan uang yang diinginkan. Sebaliknya, pinjol legal memiliki beberapa tahapan, proses, serta ada kesempatan diverifikasi dan divalidasi untuk menjadi nasabah. Ini yang menjadi tidak menarik bagi masyarakat.
“Masyarakat sendiri juga ada kebutuhan yang menggiurkan. Mereka berpikir yang penting butuh cepat, urusan nanti mau dikembalikan atau tidak. Karena beberapa masyarkat yang mulai advance dengan pinjol, mereka berhutang untuk tidak bayar,” kata Adhi.
Individu biasanya terbuai dengan tawaran bungah rendah pinjol ilegal. Mereka menganggap bunga tersebut berlaku bulanan, sehingga memperpanjang tenor menjadi 30 hari. Ternyata, bunga berlaku harian, sehingga ditambah denda, biaya admind, dan segala macam. Hutang yang awalnya Rp 3 juta, pembayarannya menjadi Rp 9 juta.
Baca Juga: Tetap Marak, Satgas Kembali Blokir 71 Aplikasi Pinjol Ilegal
Sebagai respons untuk menanggapi perkembangan TIK ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi dan mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.
Webinar #MakinCakapDigital 2022 untuk kelompok masyarakat di wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siber Kreasi. Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli dibidangnya untuk berbagi terkait budaya digital antara lain Ketua Prodi Ilmu Komunikasi SGU, ASPIKOM, MAFINDO, Loina Lalolo Krina Perangin-angin. Kemudian Dosen dan Praktisi, M Adhi Prasnowo, serta mengundang Jawara Internet Sehat dan RTIK, Ulil Albab.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai program Makin Cakap Digital 2022 hubungi info.literasidigital.id dan cari tahu lewat akun media sosial Siberkreasi, bisa klik ke Instagram @siberkreasi dan @literasidigitalkominfo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri