Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Candi Muaro Jambi, Pusat Pendidikan Tinggi Sriwijaya

Candi Muaro Jambi, Pusat Pendidikan Tinggi Sriwijaya Kredit Foto: Wikipedia
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tim Ekspedisi Sungai Batanghari dalam rangka Kenduri Swarnabhumi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjejakkan kaki di salah satu situs paling penting di sepanjang aliran Sungai Batanghari, yakni Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Candi Muaro Jambi.

Kawasan ini terletak beberapa meter di tepian sungai Batanghari di Desa Muara Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi. Sayangnya, acara yang dijadwalkan berlangsung meriah terkendala cuaca. Langit Muaro Jambi kelabu sepanjang sore dihiasi rinai hujan yang membasahi bumi.

Namun pada hari-hari biasanya, kawasan ini masih ramai dikunjungi warga. Baik dari Jambi maupun luar Jambi. Ramai terutama pada hari-hari libur. Jalan akses menuju Candi relatif mudah, kawasannya pun terawat dengan rapi dengan rerumputan dan pohon-pohon yang tinggi menjulang.

Ada sembilan candi di wilayah inti kawasan Candi Muaro Jambi. Meliputi Candi Kotomahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong 1 dan 2, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Astano, Candi Kembar Batu, serta Candi Telago Rajo.

Sejak proses pemugaran pertama Candi tahun 1976, areal luasan kompleks Candi Muaro Jambi terus meluas dengan temuan-temuan terbaru. Hingga saat ini, luasan total telah mencapai 8 hektar.

Beberapa Candi telah selesai dipugar dan dipetak-petak dalam areal mandala khusus, namun beberapa petak mandala masih berupa tumpukan-tumpukan batu bata yang belum diketemukan bentuknya. Beberapa stupa-stupa mini seukuran tandon air menegaskan corak buddha mahayana pada situs bersejarah ini.

Candi terbesar sejauh ini adalah Candi Gumpung yang terletak di dekat kantor pengelola KCBN. Tepat setelah gerbang masuk. Di sebelah timur KCBN, ada kolam Telago Rajo, di utara, Candi Tinggi, kemudian menyendiri di pojok timur, adalah Candi Kembar Batu. Sementara Candi Kedaton dan Candi Gedong terletak lebih jauh di barat kawasan utama.

Menurut cerita warga sekitar, sejak beberapa tahun terakhir, banyak bikkhu yang datang dari daerah tibet dan sekitarnya menyempatkan diri berziarah ke KCBN Muaro Jambi. Mereka biasanya menggelar doa bersama di dekat Candi Gumpung.

Mustofa, warga desa Muaro Jambi masih ingat saat pemugaran kawasan itu pada dekade tahun 1977-1981. Kawasan ini masih berbentuk kebun durian dan dukuh.

Semenjak dahulu, bahkan jauh sebelum pemugaran, warga Muaro Jambi sudah sering mendengarkan cerita orang-orang tua dan para leluhur bahwa di desa mereka, terkubur kompleks candi yang cukup besar.

“Ternyata benar. Keluarga saya juga punya kebun satu hektar yang sekarang masuk wilayah Candi Muaro Jambi ini. Tapi waktu itu masih semak belukar. Buah durian yang jatuh dari pohon di kebun saya itu, ternyata jatuh tepat di atas salah satu candi di sini, itu Candi Gumpung,” tutur Mustofa.

Saat ia terlibat proses pemugaran tahun 1977, Mustofa masih berusia 17 tahun. Pertama kali dilakukan pada Candi Gumpung. Kebetulan, Candi Gumpung saat itu masuk tanah milik keluarga Mustofa.  

“Milik ayah saya. Dulu kebun durian. Masih kecil saya sering pungut durian yang jatuh,” kenangnya. Sebelum tahu bahwa itu Candi, Mustofa muda sudah mafhum bahwa ada tumpukan batu bata. Tapi tidak tahu bahwa itu adalah Candi Gumpung.

Kini kawasan tersebut dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Meskipun awalnya menolak, warga akhirnya menerima ganti rugi dari pemerintah. Beberapa difasilitasi untuk berjualan dan membuka usaha di sekitar Candi. Seperti Mustofa.

Mustofa sendiri mengaku tidak kaget jika sekarang kebunnya jadi destinasi wisata sejarah yang terkenal. Bahkan disebut sebagai kawasan Candi terluas di Asia Tenggara. “Karena sejak kakek buyut saya sudah sering bilang. Disini ada Candi dan bakalan terkenal,” katanya.

Bahkan ia bersyukur karena banyak warga yang punya penghidupan seperti membuka usaha penginapan dan warung-warung.

Sejauh ini studi sejarah menyepakati bahwa Muaro Jambi adalah pusat pendidikan tinggi di masa Kerajaan Sriwijaya. Tempat para sisya dan bikkhu menimba ilmu soal agama, tata negara, pengobatan dan lain sebagainya.

Menurut Sejarawan dan Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia Provinsi Jambi Abdul Haviz, sejauh ini baru terbukti bahwa KCBN Muaro Jambi ada di masa Sriwijaya. Namun apakah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan yang didirikan Dapunta Hyang Jayanasa tersebut, masih menjadi perdebatan.

Beberapa mengatakan pusat pemerintahan Sriwijaya berada di sekitar Sungai Musi, Palembang. Namun klaim ini diragukan oleh Haviz. ”Yang saya pelajari, semua prasasti peninggalan sriwijaya, tidak ada yang secara tertulis menyatakan palembang sebagai pusat pemerintahan  Sriwijaya,” tutur Haviz.

Haviz melanjutkan bahwa prasasti era Sriwijaya tidak hanya ditemukan di sekitar lembah Sungai Musi. Namun juga di Bangka, Jambi sampai India. Namun belum ada yang eksplisit menyebutkan dimana letak pusat pemerintahan Sriwijaya. 

Haviz lebih condong pada teori bahwa Palembang adalah pusat perdagangan kerajaan maritim tersebut. Ia memberikan catatan bahwa raja Sriwijaya adalah seorang saudagar. Terutama raja Balaputradewa.

Selain itu, Musi lebih dalam daripada Batanghari memungkinkan dilayari kapal-kapal besar. Namun keduanya berasal dari hulu yang sama, yakni pegunungan Bukit Barisan meskipun bermuara di dua tempat berbeda.

Menurut Haviz, dulunya Raja Balaputradewa mengirim ratusan orang untuk belajar di Nalanda, India. Di tempat tersebut, Balaputradewa mendirikan asrama khusus para siswa. Saat mereka kembali ke Nusantara, dibangunlah kampus yang sekarang disebut KCBN Muaro Jambi.

“Dari yang saya pelajari, Candi Muaro Jambi ini adalah pusat pendidikan era Sriwijaya. Dibangun sekitar 607 masehi. Yang diajarkan meliputi Pancawidya: ilmu astronomi, tata bahasa, kesenian, pengobatan dan terakhir tentang kebijaksanaan hidup,” katanya.

Candi-candi yang tersebar di wilayah ini digunakan untuk ritual keagamaan, kompleks pemakaman, aula belajar, dan menerima tamu. Haviz menyebut, bahwa total area kompleks mencakup hingga 3821 hektar meliputi 8 desa dan 2 kecamatan.

Hingga saat ini yang rampung dipugar berjumlah 12 candi. “Yang sudah selesai proses pemugaran sekitar 8 hektare. Sisanya masih berlanjut untuk penelitian,” tuturnya. Haviz berharap, kawasan Muaro Jambi dikembalikan ke sejarah awalnya. Yakni wilayah kampus pendidikan tinggi.(tim feature)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: