Eko Kuntadhi Sebut Korupsi di Papua Gila-gilaan Tapi Dilindungi Isu Rasialisme
Eko Kuntadhi menyebut kasus Lukas Enembe adalah satu contoh yang akhirnya terbuka ke publik bahwa korupsi di Papua memang besar-besaran.
Diketahui, Gubernur Papua itu mangkir lagi dari kewajibannya menghadiri pemeriksaan di KPK. Dia seharusnya diperiksa sebagai tersangka korupsi.
“Tapi ya Lukas Enembe, seperti kata pengacaranya lagi sakit minta diobatin ke Singapura. Kita nggak tahu bagaimana kondisi kesehatannya. Mestinya kan kalau secara hukum, misalnya sakit beneran ya diperiksa dong sama dokter yang dari KPK. Sehingga KPK bisa menetapkan benar sakit atau tidak,” ungkap Eko melalui video Youtube 2045 TV, Selasa (27/09/22).
Menurut Eko, sudah jadi rahasia umum, koruptor ketika mau diperiksa atau mau ditahan tiba-tiba sakit.
Baca Juga: Dua Kali Mangkir, KPK Ancam Panggil Paksa Lukas Enembe
Ia juga menyinggung beberapa kejadian menarik dari proses penangkapan Lukas.
“Ketika KPK sudah mau turun ke Papua ada mobilisir massa masyarakat Papua yang seolah-olah menolak kehadiran KPK. Seolah-olah menolak kehadiran hukum di tanah Papua,” kata Eko.
Artinya bagi masa yang ada di sana, mereka membentengi Lukas Enembe. Mereka merasa bahwa Lukas tidak harus bertanggung jawab terhadap kasus-kasus korupsi yang membelitnya.
“Kita tahu ya kalau kita ngomong soal Papua yang kita pikirin adalah sebuah kondisi di ujung timur Indonesia. Jadi Papua itu tadinya satu provinsi kemudian sekarang dipecah menjadi dua, Papua Barat dan Papua,” jelasnya.
Baca Juga: Koalisi Rakyat Papua Beber Catatan Buruk KPK Terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe, Simak!
Sejak tahun 2001, kata Eko, masyarakat atau pemerintah Indonesia sudah sadar Papua ini wilayah yang jauh di timur sana itu penting untuk dapat perhatian khusus.
“Zaman Orde baru, tanah Papua dikeruk gila-gilaan sementara masyarakatnya dibiarkan seperti itu saja. Pembangunan tidak jalan, kemudian kondisi kemiskinan sangat memprihatinkan. Lalu rame-rame dirumuskan bagaimana agar pembangunan Papua juga bisa sama dengan daerah-daerah Indonesia yang lainnya,” jelasnya.
Baca Juga: Lukas Enembe Mangkir Lagi, KPK Sayangkan Sikap Pengacara Gubernur Papua
“Maka lahirlah undang-undang otonomi khusus tahun 2001. Undang-undang itu isinya pemerintah pusat akan menggelontorkan dana khusus atau dana spesial untuk wilayah-wilayah yang punya otonomi khusus kayak Papua,” tambahnya.
Ia menambahkan menurut Mahfud MD, sejak 2001 atau sejak undang-undang otonomi khusus itu diberlakukan sudah sekitar 1000,7 Triliun Rupiah yang digelontorkan untuk pembangunan Papua.
Baca Juga: Titah Jokowi Langsung ke Lukas Enembe Nggak Main-main: Hormati Proses Hukum yang Ada di KPK!
Sayangnya 20 tahun berlalu, pembangunan di Papua itu ya begitu-begitu aja, ada banyak kabupaten kota yang bahkan tidak tersentuh.
“Kita membayangkan bagaimana dana 1000 Triliun ini yang bisa membangun dua ibukota baru ternyata di Papua tidak ada hasilnya,” kata Eko.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty