Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemahaman Literasi Budaya di Masyarakat Bisa Mengatasi Kekacauan Informasi

Pemahaman Literasi Budaya di Masyarakat Bisa Mengatasi Kekacauan Informasi Kredit Foto: Unsplash/Hugh Han
Warta Ekonomi, Jakarta -

Budaya digital dianggap penting di tengah berbagai tantangan yang ada di masyarakat sejak adanya digitalisasi. Mengaitkan dengan derasnya arus informasi dan ancaman hoaks, budaya digital Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika menjadi salah satu dasar yang bisa merekatkan kembali renggangnya nilai-nilai di masyarakat.

"Yang mengadu domba, provokatif, dan mengaburkan wawasan kebangsaan. Menipisnya kesopanan dan kesantunan itu juga dari beberapa survei terbukti netizen kita disebut kurang sopan karena komentar-komentarnya," ungkap Pemeriksa Fakta Tersertifikasi GNI & AJI Indonesia, Penulis Buku Literasi Media, Dedy Helsyanto, saat webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di Kabupaten Madiun, Jawa Timur pada Sabtu (1/10/2022).

Baca Juga: Masyarakat Perlu Menguatkan Budaya Digital di Era Serba Teknologi

Tantangan lainnya, menurut Dedy, seperti menghilangnya budaya Indonesia, di mana media digital menjadi panggung negara asing dan minimnya pemahaman akan hak-hak digital. Hal itu turut memengaruhi bagaimana kebebasan berekspresi masyarakat Indonesia menjadi kebablasan, sebab tidak tahu saat berperilaku di dunia digital ternyata telah mencemarkan nama baik dan menyebarkan berita bohong.

Budaya bermedia digital sendiri merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan budaya digital, Dedy mengatakan masyarakat perlu memahami hoaks yang menyebabkan kekacauan informasi. 

Baca Juga: Masyarakat Harus Tetap Berbudaya di Tengah Kemajuan Pesat Teknologi

Dari riset Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kata Data, sebanyak 60 persen orang rentan terpapar hoaks. Hoaks sendiri telah ada sejak 1808, berasal dari kata hocus sifatnya memang mengelabui. Kekacauan informasi ini sebenarnya terdiri dari mis-informasi di mana informasinya salah namun orang yang menyebarkannya tidak tahu dan tidak bermaksud untuk merugikan orang lain. 

Sementara dis-informasi merupakan informasi yang salah namun dengan sengaja dibagikan kepada pihak lain untuk merugikan. Selanjutnya mal-informasi, informasinya benar namun dimanfaatkan oleh oknum untuk menyerang pihak lain. Sehingga pengguna media digital harus berhati-hati dan bisa membedakan kekacauan informasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: