Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menteri ESDM Ajak Anggota CCOP Hadapi Perubahan Iklim Global dengan Memajukan Geosains

Menteri ESDM Ajak Anggota CCOP Hadapi Perubahan Iklim Global dengan Memajukan Geosains Menteri ESDM Ajak Anggota CCOP Hadapi Perubahan Iklim Global dengan Memajukan Geosains | Kredit Foto: Kementerian ESDM

"Pada September 2022 lalu, The Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) telah mencapai kesepakatan, yakni Bali COMPACT, yang terdiri dari sembilan prinsip sukarela untuk mempercepat transisi energi yang bersih, berkelanjutan, adil, terjangkau, dan inklusif, untuk memastikan transisi energi yang lancar dan efektif, sesuai dengan keadaan dan prioritas nasional masing-masing negara G20," jelasnya.

Indonesia juga telah menetapkan peta jalan transisi energi untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Dengan peta jalan ini, ditargetkan pembangunan 700 GigaWatt (GW) energi baru pada bauran energi, yang berasal dari energi matahari, air, angin, laut, biomassa, dan panas bumi, juga hidrogen dan energi nuklir.

Baca Juga: Komitmen Terhadap Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan, SIG Raih Lima Penghargaan Subroto dari Kementerian ESDM

Selain itu, untuk mendukung transisi energi, mineral-mineral kritis juga diperlukan untuk mendukung pengaplikasian energi baru dan teknologi bersih.

"Untuk mendukung transisi energi, mineral kritis diperlukan dalam mengaplikasikan energi baru dan teknologi bersih, seperti turbin angin, panel surya, dan teknologi maju lainnya. Permintaan untuk mineral-mineral kritis ini akan tumbuh pesat sejalan dengan cepatnya transisi energi, juga menentukan prospek transformasi energi yang aman dan cepat," ujar Arifin.

Arifin juga mengatakan Pemerintah Indonesia memprioritaskan untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Mineral nikel, sebagai raw material akan dimanfaatkan untuk memproduksi baterai dan penyimpanan, serta logam tanah jarang akan digunakan sebagai komponen pada turbin angin, kendaraan listrik, dan bola lampu neon hemat energi.

Baca Juga: Perlu Membangun Resiliensi Masyarakat untuk Lakukan Transisi Energi

Lebih jauh lagi, geosains juga sangat dibutuhkan sebagai alat untuk mengidentifikasi risiko geologi yang berkaitan dengan pembangunan urban sebuah kota. Pertumbuhan kota urban yang sangat cepat dapat menyebabkan bencana geologi karena pembangunan infrastruktur yang masif.

"Kita harus menyediakan studi geologis, yang dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan untuk memformulasikan rencana strategis bagi pembangunan urban. Studi geologis ini dapat menyajikan data dasar untuk tata ruang dan pembangunan urban, menyediakan materi masukan dan evaluasi untuk perencanaan tata ruang, khususnya yang berkaitan dengan aspek kegeologian," tandas Arifin.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: