Pengusaha Berharap Agar Pemerintah Pertimbangkan Rancana Kenaikan Cukai Hasil Tembakau
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto berharap pemerintah mempertimbangkan kembali rencana menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) di 2023.
"Saya khawatir akan terjadi gelombang PHK. Karena tahun depan adalah tahun gelap, tahun politik. Jika ada kenaikan cukai, pasti akan mengerek inflasi. Dan ketika inflasi naik maka ujung-ujungnya daya beli semakin turun sehingga produksi juga akan turun," ungkap Adik Dwi Putranto saat bertemu dengan perwakilan industri hasil tembakau di Graha Kadin Jatim, Surabaya, kemarin.
Untuk itu, Kadin Jatim meminta untuk kembali melihat dan memikiran dampak yang terjadi ketika kebijakan kenaikan cukai tersebut diputuskan. Apalagi kontribusi industri ini sangat besar terhadap perekonomian nasional, baik dari besaran cukai yang telah disetorkan dalam setiap tahun maupun banyaknya tenaga kerja di industri terkait.
"Kami sudah berkirim surat ke presiden meminta agar kenaikan cukai di 2023 nol persen untuk menjaga kestabilan ekonomi. Kami sangat berkepentingan karena Jatim adalah provinsi dengan produksi tembakau terbesar di Indonesia. Industri hasil tembakau disini juga sangat banyak. Dan tenaga kerja yang terkait dengan pertembakauan ini mencapai jutaan tenaga kerja, mulai dari petani hingga pekerja di industri hasil tembakau," ungkap Adik.
Sementara itu Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Jatim Sulami Bahar juga mengatakan hal yang sama, bahwa jika industri sudah tidak kuat lagi menanggung beban, maka pastinya akan terjadi rasionalisasi besar-besaran.
"Dampaknya nanti akan terjadi penurunan produksi hingga PHK. Awal kita akan mengurangi jam kerja, kalau sudah tidak sanggup ya larinya ke PHK. Dan kami prediksi yang kena PHK bisa sampai 30 persen dari total karyawan. Sehingga kami minta tidak ada kenaikan cukai, tidak ada simplifikasi tarif cukai, baik untuk tarif cukai SKT golongan IA dan IB, tidak ada penggabungan volume produksi antara SKM dan SPM," ujar Sulami.
Namun kata dia jika pemerintah "ngotot" dan tetap harus menaikkan, maka menurutnya pemerintah harus seimbang dengan memperhatikan industri hasil tembakau. Tentunya kenaikan harus moderat, maksimal sekitar 6-7%.
"Karena dengan kenaikan sebesar 12% di tahun 2022 ini, produksi rokok golongan 1 sudah mengalami penurunan sebesar 7%," Ucap Sulami. Terlebih kenaikan cukai ini juga menyebabkan kenaikan peredaran rokok ilegal.
Penelitian Universitas Brawijaya Malang menunjukkan, kenaikan cukai 1 persen berbanding lurus dengan pertumbuhan 6,8% rokok ilegal dan minus 0,4 persen produksi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: