Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ada Resesi, BI Nilai Ekonomi Global Tumbuh Lebih Rendah dari Prakiraan

Ada Resesi, BI Nilai Ekonomi Global Tumbuh Lebih Rendah dari Prakiraan Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Indonesia (BI) menilai pertumbuhan ekonomi global akan lebih rendah dari prakiraan disertai dengan tekanan inflasi yang tinggi dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.

"Setelah membaik di tahun 2022, pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023 diprakirakan akan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya, bahkan disertai dengan risiko resesi di beberapa negara. BI yang memprakirakan ekonomi global tahun ini tumbuh 3% kemudian tahun depan 2,6% dengan kemungkinan risiko juga ke bawah," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Kamis (20/10/2022).

Menurutnya, revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi juga terjadi di sejumlah negara maju terutama Amerika Serikat (AS) dan Eropa, dan juga di Tiongkok. Baca Juga: Naik Lagi, BI Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan 50 bps jadi 4,75%

"Perlambatan terutama terjadi di AS tahun depan 1,2% tahun ini 2,5%. Eropa perlambatannya lebih dalam lagi menjadi 0,7%. Demikian juga di negara lain termasuk juga di Tiongkok. pengetatan kebijakan moneter di negara maju juga sebabkan perlambatan di negara emerging market," jelasnya.

Perry bilang, perlambatan ekonomi global dipengaruhi oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik yang memicu fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi, serta dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif. Dampak rambatan dari fragmentasi ekonomi global diprakirakan juga akan menyebabkan perlambatan ekonomi di Emerging Markets (EMEs).

Sementara itu, tekanan inflasi dan inflasi inti global masih tinggi seiring dengan berlanjutnya gangguan rantai pasokan sehingga mendorong bank sentral di banyak negara menempuh kebijakan moneter yang lebih agresif.

"Kenaikan Fed Funds Rate yang diprakirakan lebih tinggi dengan siklus yang lebih panjang (higher for longer) mendorong semakin kuatnya mata uang dolar AS sehingga memberikan tekanan pelemahan atau depresiasi terhadap nilai tukar di berbagai negara, termasuk Indonesia," kata Perry. Baca Juga: Masih Oke, BI Prediksi Kredit Perbankan Tumbuh Double Digit Tahun ini

Tekanan pelemahan nilai tukar tersebut semakin tinggi dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat, dan di negara EMEs termasuk Indonesia diperberat pula dengan aliran keluar investasi portofolio asing.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: