Bank Indonesia (BI) meluncurkan Buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.39 semester I-2022, yang bertema "Sinergi dan Inovasi Kebijakan untuk Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dan Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional".
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan bahwa diluncurkannya buku ini merupakan wujud nyata dari kuatnya komitmen Bank Indonesia terhadap transparansi dan akuntabilitas kepada masyarakat luas.
Baca Juga: Great Eastern Life Gandeng Optik Melawai Wujudkan Target Inklusi Keuangan
Sebagai informasi, Buku KSK merupakan kajian berkala per-semester yang menyajikan hasil assessment riset dan juga respons atas kebijakan Bank Indonesia dalam pelaksanaan tugas sebagai otoritas pengaturan dan pengawasan makropudensial.
Perry menyampaikan bahwasannya ada tiga pesan utama yang ingin disampaikan dalam buku ini, yaitu pertama assesment stabilitas keuangan semester I-2022 inovasi bauran kebijakan BI serta sinergi BI dengan komite stabilitas sistem keuangan (KSSK). Bank Indonesia berpandangan bahwa stabilitas sistem keuangan berada dalam kondisi yang terjangkau di tengah perlambatan ekonomi dunia.
"Tingginya inflasi global, serta agresifnya pengetatan kebijakan moneter negara maju, alhamdulillah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2022 mencapai 5,44% dan karenanya mendukung stabilitas sistem keuangan," kata Perry Warjiyo dalam sambutannya di acara peluncuran Buku KSK, secara daring, Jumat (21/10/2022).
Selanjutnya, ia menyampaikan bahwa kinerja intermediasi menguat, dengan pertumbuhan penyaluran kredit pada akhir semester I-2022 mencapai 10,66%. Pulihnya intermediasi ini merupakan hasil dari respons kebijakan akomodatif BI bersinergi erat dengan pemerintah, OJK, dan LPS.
Sementara di sisi dunia usaha, pemulihan kinerja korporasi dan rumah tangga menunjukan peningkatan permintaan pembiayaan.
Dari sisi perbankan, standar penyaluran kredit juga semakin longgar. Ketahanan sektor keuangan juga terjaga, ditopang oleh permodalan yang kuat dan likuiditas yang relatif longgar. Tingkat permodalan perbankan tinggi, dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) tercatat sebesar 24,66%. Sehingga perbankan memiliki ketahanan dan bantalan yang kuat untuk menyerap potensi penurunan kualitas kredit.
Likuiditas perbankan juga sangat longgar, tercermin dari rasio Alat Likuid per Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) yang tercatat sebesar 29,99% dan ini juga merupakan komitmen BI untuk terus menempuh kebijakan likuiditas longgar. Demikian juga inklusi keuangan yang terus meningkat didorong oleh akselerasi digitalisasi.
Kedua, inovasi bauran kebijakan Bank Indonesia terus melakukan penguatan untuk menjawab berbagai potensi tekanan ke depan, termasuk ekspektasi inflasi.
Di bidang moneter, BI telah menaikkan suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate, sebagai langkah front loaded, preempted, forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi, dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran, yaitu 3% atau maksimum 4% pada triwulan III-2023.
"Kebijakan ini juga diperkuat dengan koordinasi kami yang sangat erat dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah, melalui tim pengendalian inflasi dan juga Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah, melalui 46 kantor-kantor Bank Indonesia," ujarnya.
Baca Juga: WOM Finance Edukasi Masyarakat Melalui Inklusi Keuangan
Bank Indonesia juga melanjutkan penjualan pembelian Surat Berharga Negara di pasar sekunder untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.
Di sistem pembayaran, upaya penguatan terus BI lakukan untuk mengakselerasi terwujudnya integrasi ekonomi keuangan digital secara nasional.
"Kami terus memperkuat penggunaan QRIS yang hingga akhir semester I-2022 telah mencapai 21 juta pengguna, 19 juta merchant yang sebagian besar UMKM. Bahkan hingga transaksi lintas negara khususnya dengan Thailand dan insya allah dengan Malaysia, dan negara-negara ASEAN 5 lainnya," lanjut Perry.
Baca Juga: Genjot Akses dan Literasi Keuangan, DAI Gelar Puncak Hari Asuransi 2022
Pemanfaatan BI-Fast juga terus Bank Indonesia dorong, agar transaksi keuangan bisa semakin efisien dan handal.
Pendalaman pasar keuangan terus didorong, termasuk pendalaman pasar valuta asing dengan memperluas penggunaan instrumen lindung nilai dan juga meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam berbagai transaksi perdagangan dan investasi antar negara.
Di bidang makropudensial, kebijakan akomodatif terus kami perkuat untuk mendorong kredit dan pembiayaan perbankan kepada dunia usaha. Inovasi kebijakan BI arahkan untuk mendorong kinerja intermediasi serta inklusi ekonomi dan keuangan, dengan tetap menjaga ketahanan sistem keuangan.
"Kami mengapresiasi kontribusi perbankan dalam mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional melalui peningkatan penyaluran kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha," ucap Perry.
Menyambut semangat tersebut dan agar peran perbankan memberi dampak yang lebih besar, BI juga meningkatkan besaran Insentif Giro Wajib Minimum untuk pembiayaan sektor prioritas dan inklusif, bagi bank-bank yang menyalurkan kredit pembiayaan kepada 46 sektor-sektor prioritas termasuk UMKM dan inklusif, dan juga memperluas cakupan-cakupan sektor prioritas tersebut.
Selain itu, kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makropudensial (RPIM) juga disempurnakan untuk mengoptimalkan kontribusi perbankan dalam mewujudkan keuangan inklusif sesuai dengan kapasitas masing-masing bank.
"Kami juga mengapresiasi perbankan untuk menjaga suku bunga kredit tetap akomodatif. Sejalan dengan itu kebijakan Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit kami lanjutkan, sehingga masyarakat luas dapat turut berpartisipasi untuk mendorong terbentuknya suku bunga yang efisien dan kompetitif," lanjutnya.
Instrumen kebijakan Countercyclical Capital Buffer (CCyB), Rasio Intermediasi Makropudensial (RIM), dan Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) untuk kredit pembiayaan sektor properti dan otomotif juga tetap BI arahkan secara akomodatif, sehingga mendukung penyaluran kredit pembiayaan kepada dunia usaha.
Untuk tetap menjaga ketahanan perbankan, rasio penyangga likuiditas makropudensial (PLM) untuk bank umum konvensional tetap ditetapkan sebesar 6%, dan untuk bank umum syariah sebesar 4,5% yang seluruhnya dapat direpokan kepada BI untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Ketiga, sinergi Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan melalui empat lembaga anggota komite stabilitas sistem keuangan (KSSK), yaitu Kementerian Keuanga, BI, OJK, dan LPS. Ketahanan sistem keuangan yang terjaga ini menjadi landasan bagi KSSK untuk tetap optimis dengan terus mewaspadai seluruh tantangan dan risiko yang dihadapi.
Sinergi kebijakan terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan, serta mendorong kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Baca Juga: PLN Jajaki Pendanaan dari Lembaga Keuangan Internasional Guna Rencana Pensiunkan PLTU 6,7 GW
"Seluruh upaya, assessment, dan sinergi yang kami lakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sepanjang semester I-2022 yang dituangkan dalam buku KSK No.39 ini kami persembahkan bagi para pelaku dan pembuat keputusan di industri keuangan nasional, pemerintah dan otoritas, akademisi, seluruh lapisan masyarakat Indonesia, serta seluruh mitra-mitra Bank Indonesia di manca negara. Mari bersama kita wujudkan sinergi yang kuat untuk mendukung terwujudnya ketahanan sistem keuangan dan penguatan kinerja intermediasi sehingga ekonomi kita bisa pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: