Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ade Armando Ajak Masyarakat Dukung Usulan Gelar Pahlawan Nasional Bagi Buya Ahmad Syafii Maarif

Ade Armando Ajak Masyarakat Dukung Usulan Gelar Pahlawan Nasional Bagi Buya Ahmad Syafii Maarif Ade Armando | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Pergerakan Indonesia untuk Semua (PIS), Ade Armando, mengajak berbagai kelompok masyarakat untuk mendukung usulan pengajuan Buya Ahmad Syafii Maarif mendapat gelar pahlawan nasional.

“Buya sangat pantas menyandang gelar kehormatan itu,” kata Ade melalui youtube channelnya, Selasa (01/11/22). 

Baca Juga: Sebut Produksi Alutsista Cukup Besar, Prabowo Optimis Bawa Pertahanan Indonesia ke Internasional

Usulan ini sebelumnya diutarakan Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat dan Bupati Sijunjung. Usulan ini juga sudah didukung Maarif Institute dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta.

Menurut Ade, kiprah Buya tidak perlu diragukan lagi. Banyak yang diberikan Buya, mulai dari keteladanannya sampai pandangannya dalam soal isu keislaman, keindonesiaan, kebhinekaan, dan keadilan sosial. Semua itu dipersembahkan Buya demi kemajuan Indonesia.Baca Juga: Nama Ma'ruf Amin dan Boediono Terus Dikaitin ke Anies, Tokoh Politik Nasional Bilang Begini

“Semasa hidupnya, Buya adalah teladan berjalan. Banyak jabatan prestisius yang disandangnya, seperti Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah dan Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Meski begitu, Buya dikenal sebagai sosok yang sederhana dan menolak diistimewakan,” tambah Ade. 

Alumni Universitas Indonesia (UI) ini juga menyatakan Pandangan Buya soal isu keislaman, kebangsaan, kebhinekaan, dan keadilan sosial menjadi kompas sekaligus menjadi cambukan yang sangat dibutuhkan.

“Pandangan-pandangannya termuat di ratusan karya tulis dan buku yang secara produktif ia hasilkan sampai saat-saat menjelang akhir hayatnya,” jelas Ade. 

Dalam soal keislaman, Buya dikenal sebagai sosok yang sangat meyakini Islam sebagai pedoman etika dan petunjuk hidup dengan sepenuh hati. Tapi itu tidak membuat Buya kehilangan rasa hormatnya kepada pemeluk agama lain yang berbeda.

Buya juga berani berseberangan ketika melihat ancaman dari kelompok-kelompok radikal yang menggunakan agama sebagai alat pembenaran mereka, sepert Front Pembela Islam (FPI). Dengan lantang, Buya mengecam FPI dan sejenisnya sebagai ‘preman berjubah’.

Baca Juga: Tragedi Itaewon Pemerintah Korsel Tetapkan Hari Bencana Nasional, dr Tifa: di Indonesia Biasa-Biasa Saja, Langsung Prepare Kawinan Anak

“Ketika Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama diserang dan disudutkan akibat ucapannya yang dituduh menista agama, Buya menjadi salah seorang ilmuwan dan ulama yang secara terbuka membelanya,” jelas Ade. 

Buya juga terus-menerus menyerukan persatuan dan kerjasama antara dua organisasi islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

“Buya sangat sedih melihat jurang antara kaya dan miskin yang masih sangat tajam di Indonesia. Menurut Buya, sila kelima dalam Pancasila adalah sila yang paling tertinggal di buritan peradaban, paling terlantar, dan ‘yatim piatu’,” tambahnya. 

Buya juga mengkritik keras para pejabat publik yang terjebak dalam kubangan lumpur KKN. Kata Buya, jangan memuji-muji Pancasila, tapi dalam praktik sehari-hari justru berbuat KKN sesuka hati.

Baca Juga: Momentum Hari Santri Nasional, Wapres: Santri Bisa Berjihad Ekonomi untuk Kesejahteraan Bangsa

“PIS menganggap sosok Buya sudah memenuhi hampir semua prasyarat pemberian gelar pahlawan nasional. Di antaranya, popularitas tokoh dan tingkat penerimaan tokoh di daerah asalnya. Hampir semua kalangan mengakui sosok Buya, mulai dari warga Muhammadiyah sendiri, tokoh agama lintas agama, intelektual, sampai Presiden Jokowi,” kata Ade.

Karena itu, PIS mengajak masyarakat untuk bersama mendukung usulan pemberian gelar pahlawan nasional ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Bagikan Artikel: