Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto mendesak direksi dan komisaris Pertamina lakukan efisiensi agar dapat menekan harga jual BBM-nya. Dengan begitu, harga jual BBM Pertamina dapat bersaing dengan BBM operator swasta.
Ia mengatakan, sebenarnya sudah lama DPR minta kepada Pertamina untuk membuka hitung-hitungan harga jual BBM baik yang subsidi maupun yang umum.
Tapi sampai sekarang Pertamina tidak dapat menjelaskan secara utuh. Sehingga soal harga jual BBM Pertamina ini tidak bisa diperkirakan secara objektif.
Baca Juga: PKS Ogah Berandai-andai Kalau Aher Gagal Jadi Cawapresnya Anies: Kita Lalui Saja Sesuai Kesepakatan
“Saat ini Pertamina menjual BBM subsidi dan umum. BBM subsidi hanya solar dan pertalite. Jadi BBM lainnya seperti Pertamax bukanlah BBM bersubsidi. Karena BBM jenis umum, maka harganya mengikuti mekanisme pasar. Kalau mengikuti harga pasar maka harga jualnya harus kompetitif. Kalau tidak maka akan ditinggal pelanggannya,” kata Mulyanto seperti dikutip Minggu (5/11/2022).
Mulyanto juga minta jajaran Komisaris Pertamina meningkatkan fungsi pengawasan. Menurutnya, Komisaris harus bertanggung jawab ketika terjadi inefisiensi yang berujung pada tingginya harga jual BBM Pertamina.
Komisaris Pertamina, lanjut Mulyanto, memegang peranan sangat penting dalam menata manajemen perusahaan agar lebih efektif dan efisien.
“Komisaris harus mendorong Pertamina meningkatkan efisiensi manajemennya agar harga bbm non subsidinya kompetitif. Masak Pertamina kalah dengan swasta yang tidak dibackup secara langsung oleh Pemerintah. Ahok perlu lebih aktif mengawal kerja Pertamina agar lebih baik,” kata Mulyanto.
Mulyanto menjelaskan seharusnya Pertamina dapat lebih baik dari operator swasta.
“Yang menarik kasus Revvo 89 yg pernah dijual lebih murah dari premium-90, yang notabene bbm bersubsidi. Begitu juga yang terjadi dengan BBM dari Shell. Berarti Shell dan Vivo lebih efisien manajemen bisnisnya. Karena ini kan mengikuti mekanisme pasar. Kalau pertamax mahal tentu akan kurang diminati masyarakat. Dalam jangka panjang akan merugikan Pertamina,” tandas Mulyanto.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty