Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wujudkan Generasi Emas, Legislator: Cegah Stunting dan Maksimalkan Bonus Demografi!

Wujudkan Generasi Emas, Legislator: Cegah Stunting dan Maksimalkan Bonus Demografi! Kredit Foto: BKKBN.

Anggota Fraksi Partai Golkar ini juga mengajak warga Kota Bekasi untuk ikut berperan serta melakukan upaya pencegahan dan penurunan angka stunting. Bagi Wenny, kunci bonus demografi terletak pada sejauh mana peran masyarakat dalam upaya mempersiapkan diri.

“Saat puncak periode bonus demografi kelak, sekitar 70 persen penduduk Indonesia berada pada usia produktif, yakni antara usia 15 sampai 64 tahun. Nah, jangan sampai bonus demografi yang mengantarkan bangsa kira menuju tahun keemasan menjadi gagal akibat stunting,”jelasnya

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan, sejak bayi masih dalam kandungan sampai berusia dua tahun. 

“Penyebab umum stunting adalah akibat asupan gizi makanan yang kurang, sejak dalam kandungan, hingga terlihat pada saat anak berusia 2 tahun. Mari kita cegah, salah satunya adalah ketika ibu sedang hamil, berikan tablet penambah darah. Ini penting karena ibu hamil sangat memerlukan zat besi untuk bayinya,” jelasnya

Sejalan dengan itu, ibu hamil harus diupayakan untuk selalu mendapatkan asupan nutrisi lengkap. Sebut saja misalnya dengan selalu mengonsumsi makanan yang mengandung unsur Empat Sehat Lima Sempurna. “Lalu, ketika bayi sudah lahir, berikanlah imunisasi dasar secara lengkap agar bayi kita memiliki kekebalan tubuh,” imbuhnya

Tidak kalah pentingnya, sang ibu memberikan air susu ibu (ASI) hingga bayinya berusia enam bulan. Sedapat mungkin hindari penggunaan susu formula. Yang terpenting, ungkap Wenny, setiap keluarga harus membiasakan perilaku hidup sehat dan bersih. 

“Pola hidup sehat akan mempengaruhi pertumbuhan tubuh anak kita. Kalau kita sehat, maka anak kita pun akan sehat. Sebaliknya, kalau kita berperilaku hidup tidak sehat, maka anak kita akan mudah terkena infeksi penyakit,” ungkapnya

Adapun, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin mengungkapkan bahwa saat ini penduduk Jawa Barat mendekati angka 50 juta. Jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Bahkan, sejumlah kabupaten di Jawa Barat memiliki jumlah penduduk lebih banyak dibanding jumlah penduduk satu provinsi di daerah lain.

Berdasarkan Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 48,7 juta. Tahun ini mungkin sudah 50 juta. Sekitar 20 persen dari penduduk nasional. Dengan demikian, pembangunan nasional sanbat ditentukan oleh Jabar. 

"Jabar berhasil, maka nasional berhasil. Demikian pula dalam upaya penurunan stunting. Keberhasilan percepatan penurunan stunting di Indonesia sangat ditentukan oleh keberhasilan Jawa Barat,” ungkapnya

Wahidin menjelaskan, merujuk pada hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 lalu, angka prevalensi Indonesia mencapai 24,5 persen. Sederhananya, sekitar seperempat anak Indonesia menderita stunting. Dengan kata lain, satu dari empat anak Indonesia tercatat stunting. Angka ini yang kemudian dibidik pemerintah untuk diturunkan menjadi 14 persen pada 2024 mendatang.  

“Berdasarkan data SSGI 2021, terdapat 900 ribu hingga 1 juta anak Indonesia mengalami stunting. Angka prevalensinya 24,5 persen. Ini memang berbeda dengan hasil e-PPGBM yang hanya mencatat prevalensi sembilan persen. Namun, kita tahu bahwa partisipasi ke Posyandu itu hanya 80 persen. Artinya, hanya 80 persen balita yang diukur,” jelasnya

Dia mengingatkan bahwa stunting memiliki dampak jangka panjang. Dengan tumbuh dan kembang tidak optimal, maka peluang anak stunting menjadi menjadi tantara atau polisi yang mengharuskan tinggi badan ideal menjadi kecil. Belum lagi jika dihubungkan dengan perkembangan otak yang terhambat.

“Stunting berarti gagal timbuh dan berkembang. Tumbuh badan, tinggi dan berat. Kembang berarti otak. Ini jadi masalah. Dari sisi pendek, gak bisa masuk polisi atau tentara. Apalagi otaknya. Kalau tidak ditangani, akan bermasalah di sekolah. Apalagi pada masa produktif. Mereka akan lebih mudah sakit. Pada usia 40 sudah sakit-sakitan. Ini jadi problem. Jadi bebam keluarga dan beban negara,” pungkasnya 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: