Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apakah Sektor Industri Perkebunan Sawit Beri Kontribusi di Bali?

Apakah Sektor Industri Perkebunan Sawit Beri Kontribusi di Bali? Pekerja menurunkan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari atas mobil di Desa Lemo - Lemo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi Barat, Sabtu (2/7/2022). Harga TBS kelapa sawit tingkat pengepul sejak sebulan terakhir mengalami penurunan harga dari Rp2.280 per kilogram menjadi Rp800 per kilogram disebabkan banyaknya produksi. | Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkebunan sawit memang tidak ditemukan di Bali, tetapi industri sawit tetap berkontribusi terhadap perekonomian Bali. Hal tersebut diungkapkan oleh Guru Besar Program Studi Agribisnis Universitas Udayana Prof. Made Antara, dalam laman Palm Oil Indonesia.

Disebutkan, industri hilir sawit yang memproduksi bahan pangan/oleofood (minyak goreng, margarin, krimer, coklat); produk oleokimia seperti toiletries, skincare, dan bodycare hingga produk biodiesel; memiliki peranan yang cukup besar pada sektor pariwisata Bali yang terdiri dari industri makanan dan minuman, industri perhotelan, industri salon dan spa, industri transportasi, dan lainnya.

Baca Juga: Tak Hanya Minyak dan Produk Turunannya, Cangkang Sawit Juga Laku di Pasar Dunia

Tidak hanya itu, dikatakan Prof. Made, produk sawit tersebut juga digunakan oleh seluruh pelaku usaha pariwisata Bali, dari perusahaan multinasional hingga UMKM sehingga akan menghasilkan multiplier effect yang besar.

"Dengan pangsa sektor pariwisata tahun 2019 yang mencapai 75,56% terhadap PDRB, hal ini juga menunjukkan bahwa industri sawit juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap terhadap perekonomian Bali," catat laman Palm Oil Indonesia. 

Melansir laman Palm Oil Indonesia, Direktur Ekskutif PASPI Dr. Tungkot Sipayung menyampaikan bahwa posisi strategis Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia sekaligus produsen minyak nabati terbesar didunia, menyebabkan terjadinya persaingan dagang antarprodusen minyak nabati.

Persaingan dagang tersebut mengarah pada intensifnya hoax dan black campaign untuk merusak citra minyak sawit di mata konsumen. Isu yang digunakan oleh pihak antisawit dalam perang dagang tersebut berkaitan dengan aspek lingkungan, kesehatan, sosial, dan lingkungan. 

Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI Natan Kambuno dalam laman Palm Oil Indonesia menyampaikan, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya pengamanan akses pasar sebagai dampak dari intensifnya hoax dan black campaign.

Upaya tersebut ialah melalui diplomasi dan kampanye positif dengan menggunakan video atau artikel yang mengangkat sustainability dari minyak sawit Indonesia dan berbagai kebijakan pemerintah dalam tata kelola keberlanjutan minyak sawit. Upaya pengamanan pasar lainnya ialah melalui jalur hukum, jika terjadi gugatan baik ke pengadilan lokal maupun ke Dispute Settlement Body WTO seperti pada kasus RED II ILUC.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: