Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peningkatan TKDN dan Industri Ramah Lingkungan dalam Membangun Infrastruktur Berkelanjutan

Peningkatan TKDN dan Industri Ramah Lingkungan dalam Membangun Infrastruktur Berkelanjutan Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah sudah tidak lagi memberikan toleransi kepada produk impor untuk digunakan dalam pembangunan infrastruktur di negeri ini. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono dalam pembukaan 'Infrastructure Connect 2022' yang digelar di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, beberapa waktu lalu. 

“Pembangunan infrastruktur yang mandiri menggunakan produk dalam negeri. Sesuai perintah bapak presiden, dilarang impor. Kalau dulu (perintah presiden) mengutamakan produksi dalam negeri. Tapi yang  sekarang  perintahnya dilarang impor. Apalagi menggunakan APBN. Di APBN itu sudah lebih dari 400 triliun yang dibelanjakan dengan TKDN yang tinggi. Di Kementerian PUPR sendiri dari rata-rata 120 triliun per tahun, 80-90 persen adalah dengan TKDN. Dan itu saya jaga betul.,” tegas Basuki.

Untuk itu ia berharap semua elemen yang terlibat, untuk sama-sama memajukan industri konstruksi tanah air dengan nilai-nilai perjuangan dalam membangun indonesia ini.  Dan ia berharap dari jajaran Kementerian PUPR juga tidak ada yang berani untuk main-main dengan arahan tersebut. Basuki bahkan mengancam akan menindak tegas  jika ada jajarannya yang berani membelanjakan anggaran PU dengan barang non TKDN.

Baca Juga: Berdampak Positif Bagi Masyarakat, Pembangunan Infrastruktur Jokowi Dapat Kepuasan Publik Paling Tinggi

Menanggapi hal itu, Vice Presiden Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi sangat mengapresiasi langkah pemerintah, terutama Kementerian PUPR yang terus mempersempit ruang gerak penggunaan barang impor dalam pembangunan infrastruktur berkelanjutan di tanah air. Menurutnya, penggunaan produk dengan TKDN tinggi dapat membantu memulihkan perekonomian bangsa yang sempat terpuruk karena pandemi. 

“Dengan meningkatnya penggunaan produk-produk dalam negeri, otomatis industri tanah air juga ikut berkembang. Dampaknya pemulihan ekonomi nasional juga dapat segera terwujud,” terang pimpinan perusahaan baja ringan terbesar di Indonesia itu.

Untuk itu, pihaknya juga berkomitmen mendukung upaya memajukan industri konstruksi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai perjuangan membangun Indonesia. Tak hanya dengan menghadirkan produk-produk baja ringan yang sudah 100 persen buatan Indonesia, namun juga menerapkan green industries yang ramah lingkungan.

Baca Juga: Sesuai Arahan Jokowi, Menteri Basuki Tekankan Kualitas dan Estetika Infrastruktur Permukiman

“Semangat juang untuk membangun Indonesia sudah kami tanamkan di Tatalogam Group sejak awal berdiri tahun 1994 silam. Kini, semangat dalam mengejar target 2050 Zero Emmision yang tengah kami tingkatkan. Saat ini ada 3 hal yang jadi fokus perhatian Tatalogam Group dalam mewujudkan green industries ini.  Yang pertama adalah mengukur dan mengurangi Karbon Dioksida (CO2) yang dilepaskan ketika produksi. Yang kedua, lebih bijak dalam penggunaan energi. Caranya dengan melakukan penggantian dari energi konvensional dengan energi yang lebih lebih sustainable seperti tenaga surya ataupun angin. Dan yang terakhir adalah dengan pengelolaan limbah  yang lebih baik,” terang Stephanus lagi.

Ia menerangkan, limbah baja sebenarnya 100 persen bisa didaur ulang. Namun yang harus tetap diperhatikan adalah transportasi dalam proses pemindahan limbah baja tersebut yang juga membutuhkan energi. 

“Pengelolaan limbah dari baja ini juga perlu kita tingkatkan. Maka dari itu tahun ini bersama Kemenperin kita sudah menyusun rancangan standar industri hijau untuk baja lapis aluminium seng dan baja lapis seng. Dan diharapkan kalau sudah ada standarnya nanti kita punya satu ekosistem yang lebih sustainable menuju ke 2050 zero emission,” tegas Stephanus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: