Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gegara Nol Covid Rakyat Murka, Eks Dokter Gedung Putih Kuliahi China Tentang Lockdown Wilayah

Gegara Nol Covid Rakyat Murka, Eks Dokter Gedung Putih Kuliahi China Tentang Lockdown Wilayah Kredit Foto: Getty Images/Bloomberg/Kevin Dietsch
Warta Ekonomi, Washington -

Mantan kepala penasihat medis Gedung Putih, Anthony Fauci, telah mengkritik China karena menolak vaksin Barat sambil terus memberlakukan penguncian pada warganya. Beijing berpendapat bahwa strateginya telah menyebabkan jumlah kematian yang lebih rendah.

“Pendekatan mereka sangat, sangat parah dan agak kejam dalam jenis penutupan tanpa tujuan yang jelas,” kata Fauci pada Minggu (27/11/2022) dalam wawancara dengan NBC News.

Baca Juga: Mulai Kampus hingga Belahan Dunia Lain, Protes Atas Lockdown China Menjamur

Fauci yang berusia 81 tahun, yang berencana untuk pensiun pada akhir bulan depan, memimpin tanggapan Covid-19 AS yang terputus-putus yang ditandai dengan kegagalannya dalam masalah seperti kemanjuran masker dan target kekebalan kawanan.

Dia mengkritik kebijakan 'Nol Covid' China, meskipun sebelumnya memuji pendekatan mitigasi tanpa toleransi serupa di Australia dan Selandia Baru.

Protes anti-lockdown massal mengguncang beberapa kota di China termasuk Shanghai, Wuhan, dan Beijing selama akhir pekan, diduga dipicu oleh kebakaran blok apartemen yang mematikan di Urumqi, dengan pengunjuk rasa menyalahkan pembatasan Covid karena menghambat upaya penyelamatan.

“Tampaknya di China, itu hanya penguncian yang sangat, sangat ketat, luar biasa, di mana Anda mengunci orang di dalam rumah, tetapi tampaknya tidak ada akhir dari itu,” kata Fauci.

“Mereka melakukan penguncian yang berkepanjangan tanpa tujuan atau akhir yang terlihat, yang benar-benar tidak masuk akal bagi kesehatan masyarakat,” imbuhnya.

Kementerian Luar Negeri China menyatakan musim panas ini bahwa “kebijakan dinamis nol-Covid” “tidak ditujukan untuk nol infeksi.” Sebaliknya, “ini bertujuan untuk mengendalikan penyebaran virus dengan biaya serendah mungkin dalam waktu sesingkat mungkin.”

Menurut angka resmi, China telah mencatat 9,5 juta infeksi dan 30.000 kematian, sementara AS telah menghitung lebih dari 97 juta kasus dan hampir 1,1 juta kematian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: