Pertama, tindak pidana khusus, dalam hal ini genosida dan tindak kejahatan kemanusiaan ke dalam RKUHP dihapuskan. Komnas HAM mengkhawatirkan pasal tersebut menjadi penghalang adanya penuntutan atau penyelesaian kejahatan yang efektif karena adanya asas dan ketentuan yang tidak sejalan dengan karakteristik khusus genosida dan kejahatan kemanusiaan.
Baca Juga: Disahkan di Rapat Paripurna Terdekat, Pimpinan DPR Akui RKUHP Tak Bisa Memuaskan Semua Pihak
Kedua, pasal-pasal yang berpotensi terjadinya diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia untuk diperbaiki. Dalam hal ini, pasal terkait, seperti ketentuan dalam pasal 300 tentang Hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan; ketentuan dalam pasal 465, 466, dan 467 tentang aborsi agar tidak mendiskriminasi perempuan; Tindak Pidana Penghinaan Kehormatan atau Martabat Presiden dan Wakil Presiden (rancangan pasal 218, 219, 220); Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebaran Berita atau Pemberitahuan Palsu, (rancangan pasal 263 dan 264); Kejahatan terhadap Penghinaan Kekuasaan Publik dan Lembaga Negara (rancangan pasal 349-350).
"Pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, berserikat dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya sebagaimana dijamin dalam pasal 28 E UUD 1945 dan Pasal 15 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya," katanya.
Baca Juga: Kominfo Ajak Publik Lebih Cermat Lewat Sosialisasi Antihoaks RUU KUHP
Terakhir, Uli juga meminta agar DPR dan Pemerintah tetap mendengarkan dan mempertimbangkan masukan publik terhadap RKUHP untuk memastikan perubahan dan perbaikan sistem hukum pidana tersebut tetap berada dalam koridor penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: