Sri Mulyani akhirnya menanggapi pernyataan Bupati Meranti Muhammad Adil yang sempat marah-marah terkait dana bagi hasil minyak bumi dan gas (DBH Migas).
Saat itu Adil mengatakan hal tersebut di hadapan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang saat itu diwakili oleh Dirjen Perimbangan Keuangan, Luky Alfirman pada Rapat Koordinasi Nasional Optimalisasi Pendapatan Daerah di Pekanbaru, pada bulan Desember 2022.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dalam menentukan DBH hingga waktu pembayarannya ke pemerintah daerah, sudah memiliki aturan dan formulasi. Hal ini berlaku bukan hanya DBH migas, tapi sawit dan komoditas lainnya.
Baca Juga: Kebut Penanganan Masalah Sosial DKI Jakarta, Kemenkeu Rela Gelontorkan Dana hingga Rp10 Triliun!
Sri Mulyani mencontohkan penghitungan sawit alias crude palm oil (CPO) yang formulasinya akan ada di UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Menurutnya tidak semua orang tertarik untuk membaca dan memahami formula itu, termasuk saat harga komoditasnya naik atau turun serta dampaknya bagi DBH.
Dia pun mengungkapkan bahwa: "Dan orang yang marah pun kalau dijelasin kayak gitu belum tentu mau (mendengarkan), seperti diceritain caranya begini, aturannya begitu, cara hitungnya begini. Pokoknya yang penting kapan aku dibayar?".
Menurut Achmad Nur Hidayat selaku Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute
tanggapan-tanggapan Sri Mulyani tersebut belum menjawab persoalan mendasar mengenai permasalahan yang terjadi di Kabupaten Meranti.
Baca Juga: Gara-Gara Kisruh Iblis dan Setan, Bupati Meranti Dijadwalkan Bertemu Kemenkeu: Rencananya....
“Sebagaimana yang dikeluhkan oleh Muhammad Adil dimana rakyat Meranti masih banyak yang berada dalam garis kemiskinan padahal daerah ini memberikan kontribusi besar kepada pendapatan negara,” kata Achmad melalui pernyataan tertulisnya, Selasa (10/01/22)..
“Semestinya Presiden tidak tinggal diam dan melihat masalah ini sebagai sebuah fenomena yang harus diatasi dengan menugaskan institusi terkait untuk mencari tahu kondisi ekonomi masyarakat disana,” katanya.
Diketahui, penduduk Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 206.116 jiwa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021, rincian penduduk Meranti terdiri dari 106,5 ribu jiwa penduduk laki-laki dan 99,6 ribu adalah perempuan.
Dengan wilayah seluas 3.705 km persegi, kepadatan penduduk di Kabupaten Meranti mencapai 56 jiwa per kilometer persegi.Tercatat 47 ribu orang adalah penduduk miskin atau setara 25,28 persen dari total penduduk pada 2020.
Sementara upah Minimum Kabupaten (UMK) Kepulauan Meranti pada 2023 ditetapkan sebesar Rp3.224.635 atau meningkat Rp240 ribu dalam dua tahun. UMK Meranti menjadi yang terkecil diantara wilayah lain di Provinsi Riau.
“Jika memang pembagian DBH yang saat ini belum memberikan dampak positif bagi masyarakat Meranti maka semestinya ada langkah yang ditempuh oleh pemerintah pusat untuk menjawab persoalan ini dengan kebijakan yang sesuai, seperti distribusi bantuan sosial, pembukaan lapangan kerja dan lain-lain,” katanya.
Baca Juga: Gara-Gara Kisruh Iblis dan Setan, Bupati Meranti Dijadwalkan Bertemu Kemenkeu: Rencananya....
“Kemenkeu jika hanya bersikap defensif saja sama sekali tidak bijak dan terkesan baper. Itu bukan sikap negarawan yang baik. Jawab dengan kebijakan karena itu peran pemerintah,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Tag Terkait:
Advertisement