Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

KLHK Sebut Penerapan Amendemen Kigali Bantu Lindungi Ozon dan Cegah Pemanasan Global

KLHK Sebut Penerapan Amendemen Kigali Bantu Lindungi Ozon dan Cegah Pemanasan Global Kredit Foto: Rena Laila Wuri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Laksmi Dhewanthi, mengungkapkan, ratifikasi Amendemen kelima Protokol Montreal, yang dikenal dengan Amendemen Kigali, akan mulai berlaku pada 14 Maret 2023. Dalam amandemen tersebut, diatur pengurangan produksi dan konsumsi Hidroflorokarbon (HFC) secara global.

Dia menjelaskan, senyawa ini merupakan alternatif pengganti dari Hidrokloroflorokarbon (HCFC), bukan merupakan Bahan Perusak Ozon (BPO), melainkan merupakan Gas Rumah Kaca (GRK) yang berpotensi menyebabkan pemanasan global.

Baca Juga: KLHK Dorong Pemerintah Daerah Ikut Percepat Reforma Agraria

"Pengendalian konsumsi HFC melalui penerapan Amendemen Kigali akan membantu mencegah pemanasan global sampai dengan 0,4°C pada tahun 2100, dan tentunya tetap melindungi lapisan ozon," ujar Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Laksmi Dhewanthi pada Sosialisasi Ratifikasi Amandemen Kigali, di Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Dalam keterangan persnya, Laksmi menyampaikan bahwa sesuai jadwal pengurangan konsumsi HFC yang telah ditetapkan, Indonesia akan memulai pengendalian pada tahun 2024 dengan mengembalikan konsumsi HFC ke baseline. Angka baseline merupakan konsumsi HFC pada tahun 2020-2022 ditambah dengan 65% baseline konsumsi HCFC, mengingat saat ini Indonesia juga masih dalam proses penghapusan HCFC sampai dengan tahun 2030.

Setelah itu, pengurangan konsumsi akan dilakukan secara bertahap mulai dari pengurangan 10% pada 2029, 30% pada 2035, 50% pada 2040, dan 80% pada 2045.

Dalam memenuhi target pengurangan tersebut, KLHK bersama dengan seluruh pemangku kepentingan akan menyusun skenario pengurangan konsumsi dengan mempertimbangkan kepentingan dan prioritas nasional. Skenario ini sangat mungkin untuk terus berkembang, sesuai perkembangan teknologi alternatif pengganti HFC, kesiapan pasar industri dan pasar, serta aspek sosial dan ekonomi.

"Oleh karena itu, sosialisasi dilakukan kepada pemangku kepentingan terutama pelaku industri selaku pengguna, importir, dan asosiasi industri. Untuk lebih memahami Amendemen Kigali dan target peta jalannya, peran pakar juga menjadi penting melalui pendekatan sains atau riset," kata Laksmi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: