Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wapres Ma'ruf Amin: Perlu Peradaban Baru di Era Globalisasi

Wapres Ma'ruf Amin: Perlu Peradaban Baru di Era Globalisasi Kredit Foto: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Presiden (Wapres) RI Ma'ruf Amin mengatakan, sejarah mencatat umat Islam pernah menorehkan tinta emas dalam pembangunan peradaban. Namun, hal tersebut mengalami kemunduran. Maka, kata dia, saat ini dunia telah masuk pada peradaban yang baru, terutama permasalahan globalisasi.

"Oleh karena itu, para ulama dituntut mampu menjawab dinamika peradaban baru ini, yang di banyak sisi sangat berbeda dengan peradaban sebelumnya. Ketentuan dalam fikih yang merupakan respons terhadap peradaban sebelumnya, bisa jadi tidak cocok lagi untuk merespons peradaban saat ini, sehingga dibutuhkan konstruksi fikih baru yang lebih sesuai dengan peradaban saat ini," jelas Wapres dalam membuka Muktamar Internasional I Fikih Peradaban, di Hotel Shangri-La, Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Senin, (6/2/2023).

Baca Juga: Buka Muktamar Internasional I Fiqih Peradaban, Wapres Ma'ruf Amin Tegaskan 3 Poin Ini

Menurut Wapres, dalam upaya pembangunan peradaban, peran ilmu pengatahuan sangatlah penting. Bahkan, hal ini berfungsi sebagai kunci peradaban. Oleh karenanya, tidak benar jika ada anggapan bahwa ilmu pengatahuan merupakan penyebab terjadinya kerusakan di muka bumi.

"Sumber kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini adalah nafsu serakah manusia yang menyalahgunakan ilmu pengetahuan," kata Wapres.

"Oleh karena itu, penting untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang menguasai kunci peradaban tersebut. Yaitu SDM yang unggul, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,"  lanjutnya.

Wapres juga mengatakan, di antara permasalahan yang menjadi perhatian peradaban modern, adalah pola hubungan antarkelompok masyarakat dalam sebuah negara, khususnya hubungan antarkelompok agama.

Dalam masalah ini, terdapat dua pendapat, yakni prinsip hubungan berhadapan secara antagonis dan prinsip hubungan secara damai. Pada masa lalu, prinsip hubungan antagonis banyak digunakan, sesuai dengan kondisi saat itu.

"Pada saat ini, istilah-istilah tersebut sudah tidak dipergunakan di negara-negara Muslim. Saat ini, penduduk sebuah negara bangsa disebut warga negara apa pun agamanya," kata Wapres Ma'ruf Amin.

Baca Juga: Wapres Ma'ruf Amin Hadiri Muktamar Internasional I Fiqih Peradaban di Surabaya

Ia menegaskan, sesama warga negara pun terikat dengan perjanjian untuk menjaga persatuan bangsa dan keamanan negara serta saling menghormati hak-hak asasi masing-masing. Perjanjian ini kini berbentuk ideologi dan konstitusi negara.

"Oleh karenanya, mayoritas ulama saat ini berpendapat bahwa hubungan antara Muslim dan non-Muslim didasarkan pada prinsip hubungan damai, bukan hubungan berhadapan secara antagonis," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: