- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Potensi Panas Bumi Indonesia Luar Biasa Besar, PGE Siap Tingkatkan Kapasitas Hingga Dua Kali Lipat
Wilayah Indonesia dikenal menjadi salah satu negara dengan potensi geothermal atau panas bumi terbesar di dunia. Posisinya bahkan berada di peringkat kedua di dunia, di bawah Amerika Serikat.
Berdasarkan data Wood Mackenzie pada 2021, kapasitas terpasang sumber daya panas bumi di Indonesia mencapai 2.280 megawatt (MW). Jumlah itu menjadi yang terbesar kedua di dunia. Sementara itu, Amerika Serikat menempati posisi pertama dengan kapasitas terpasang sumber daya panas buminya yang mencapai 2.690 MW.
Namun demikian, berdasarkan proyeksi Wood Mackenzie, Indonesia akan merajai pemanfaatan panas bumi di dunia dalam beberapa tahun ke depan. Sebab, pada 2026, kapasitas terpasang panas bumi Indonesia diprediksi mencapai 5.240 MW. Bahkan pada 2030, kapasitas terpasang geotermal di Indonesia bisa menembus 6.210 MW.
Jumlah itu akan membuat Indonesia menempati posisi pertama di dunia, mengungguli Amerika Serikat yang pada 2026 kapasitas terpasangnya diprediksi mencapai 3.960 MW dan 4.160 MW pada 2030.
Di sisi lain, potensi pemanfaatan panas bumi di Indonesia boleh dibilang cukup merata. Sebab berdasarkan laporan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030 potensi pemanfaatan geotermal untuk PLTP telah terbagi di tiap pulau di Indonesia.
Pulau Sumatera menjadi daerah yang memiliki potensi terbesar dengan mencapai 9,67 gigawatt (GW). Selanjutnya di Pulau Jawa, memiliki potensi sebesar 8,10 GW. Sedangkan Sulawesi memiliki potensi sebesar 3,06 GW. Selanjutnya, Nusa Tenggara memiliki potensi 1,36 GW; Maluku memiliki potensi 1,15 GW; Bali 335 MW; Kalimantan 182 MW; dan Papua 75 MW.
Dalam hal ini Indonesia sangat diuntungkan dari sisi kondisi geografis, terutama terkait dengan pemanfaatan geotermal sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). Besarnya potensi energi itu disebabkan oleh letak geografis Indonesia di sekitar patahan ring of fire bumi.
Sementara itu, di tengah upaya pemerintah untuk menggenjot pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT), pengadopsian geothermal sebagai energi pembangkit listrik terbilang sangat penting bagi Indonesia.
Pengembangan pembangkit EBT merupakan program pemerintah di sektor ketenagalistrikan dalam mengejar target bauran energi EBT 23% pada 2025 dan 31% di 2030. Hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah mengejar target net zero emission (NZE) di 2060.
Bahkan, pemerintah pun memasukkan panas bumi sebagai sumber energi terbarukan sebagai bagian tansisi energi sektor ketenagalistrikan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Namun demikian, sejauh ini pemanfaatan geotermal di Indonesia tersebut masih relatif rendah. Hal itu tercermin dari, kapasitas terpasang PLTP yang hanya mencapai 2.276 MW. Alhasil, masih terdapat ruang untuk pemanfaatan geotermal sebagai sumber energi PLTP sebesar 21.424 MW.
Baca Juga: Keputusan PGE untuk IPO Dianggap Sebagai Langkah Tepat Guna Tingkatkan Daya Saing
Belum lama ini, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengatakan, pemanfaatan geotermal harus dimaksimalkan dalam pencapaian bauran energi 25% pada 2025 dan Net Zero Emission pada 2060. Sebab menurutnya energ panas bumi memiliki banyak kelebihan.
"Salah satu yang utama adalah pasokannya stabil dan capacity factor-nya tinggi," ujarnya.
Dengan demikian, geotermal berpeluang menjadi pembangkit beban dasar atau base load yang selama ini ditopang oleh pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Hal senada juga sempat diungkapkan oleh Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute. Menurutnya, PLTP cenderung memiliki keunggulan lantaran tidak menghadapi masalah intermitensi. Dengan demikian, dia menilai pengembangan panas bumi patut menjadi prioritas nasional dalam menyongsong pelaksanaan transisi energi.
Berdasarkan kajian Reforminer Institute, dari aspek skala, geothermal merupakan energi baru terbarukan (EBT) utama yang paling potensial untuk dapat mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi.
“Dari aspek skala, panas bumi merupakan EBT utama yang paling potensial untuk dapat mengakomodasi tujuan kebijakan transisi energi menuju pembangunan berkelanjutan dan ekonomi bebas emisi,” tulis Reforminer Institute dalam kajiannya yang bertajuk Momentum Percepatan Pengembangan Panas Bumi Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement