Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memberikan respons atas kasus pelecehan seksual yang dilakukan seorang perempuan terhadap 17 anak di Jambi.
Kepala BPHN, Prof. Widodo Ekatjahjana, mengungkapkan dalam siaran persnya, kekerasan seksual merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan.
Baca Juga: BPHN dan MA Akan Beri Anugerah Paralegal Justice Award kepada Kades/Lurah Juru Damai
Kekerasan seksual menimbulkan dampak luar biasa kepada korban, tak terkecuali anak. Dampak tersebut meliputi penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan sosial hingga politik.
"Kasus ini benar-benar memukul kita. Kasus ini menggambarkan fenomena masih banyaknya tindak pidana kekerasan dan perampasan hak-hak dasar pada anak akibat rendahnya kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat. BPHN meminta agar para kepala daerah dan kepala desa/lurah beserta jajarannya terus menggalakkan gerakan Keluarga Sadar Hukum (Kadarkum) dan Desa/Kelurahan Sadar Hukum," ujar Widodo Ekatjahjana, Kamis (9/2/2023).
Widodo menambahkan, negara harus benar-benar hadir untuk memastikan jaminan perlindungan. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 28 B Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Politik hukum pelindungan terhadap anak ini kemudian dilaksanakan ke dalam peraturan perundang-undangan salah satunya dengan lahirnya UU no. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
"UU TPKS mengamanatkan Peraturan Pelaksana, 5 PP dan 4 Perpres tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Presiden Tahun 2023. Lainnya adalah Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual," ungkapnya.
Baca Juga: Soal Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup, BPHN: Perlu Jalan Tengah Perbaiki Sistem yang Ada
Kemudian, Widodo menjelaskan Peraturan Pelaksanaan UU TPKS yang sedang disusun tahun ini terkait dengan perlindungan kekerasan seksual terhadap anak totalnya 3 PP dan 5 Perpres, dengan rincian sebagai berikut:
1. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pencegahan Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
2. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
3. Rancangan tentang Peraturan Presiden Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak di Pusat.
Baca Juga: Siswi TK di Mojokerto Jadi Korban Kekerasan Seksual 3 Anak Umur 8 Tahun, Menteri PPPA Turun Tangan
4. Rancangan Peraturan Presiden tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak.
5. Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Dalam Jaringan.
6. RPP tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
7. Rancangan Peraturan Presiden tentang Kebijakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
8. Rancangan Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Terpadu bagi aparat penegak hukum, dan tenaga layanan pemerintah, tenaga layanan pada lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat.
Seluruh peraturan tersebut, lanjut Widodo, akan memberikan pengaturan yang komprehensif untuk mengoptimalkan peran pemerintah dalam pencegahan, penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban TPKS.
"Saat ini rancangan peraturan tersebut sedang dilakukan penyusunannya oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). BPHN akan mendorong dan mengawal RPP dan Rperpres tersebut agar dapat segera ditetapkan tahun ini," tutup Widodo.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Ayu Almas
Advertisement