Risiko dari Kelalaian Karyawan dalam Pelanggaran Data di Asia Pasifik
Kekhawatiran akan perlindungan data telah menjadi salah satu pokok perhatian dalam bisnis dan perusahaan saat ini. Dengan trasnformasi digital global yang semakin meningkat, kemampuan bisnis dan perusahaan dalam menjaga keamanan telah menjadi salah satu kunci utama untuk menjaga kepercayaan dari konsumen di masa sekarang ini.
Perusahaan global cybersecurity Kaspersky melaporkan bahwa berdasarkan prakiraan terbaru, digitalisasi global telah menyebabkan sejumlah besar data dibagikan dan disimpan secara online dengan volume data yang dihasilkan, dikonsumsi, disalin, dan disimpan diproyeksikan akan mencapai lebih dari 180 zettabytes pada tahun 2025.
Dengan melakukan riset global terhadap 834 pembuat keputusan TI di wilayah Asia Pasifik, Kaspersky menemukan bahwa kehilangan atau tereksposnya informasi perusahaan dan pelanggan akibat pelanggaran data merupakan masalah besar bagi perusahaan, di mana 59% responden dari berbagai ukuran menyatakan bahwa masalah tersebut merupakan aspek paling menantang yang terkait dengan keamanan TI.
Baca Juga: Kantongi Dana Segar, Startup SaaS Ledgerowl Perkuat Dukungan untuk UMKM
Berdasarkan hasil riset tersebut, di antara kekhawatiran paling umum lainnya adalah biaya mengamankan ruang lingkup teknologi yang semakin kompleks dan masalah pengadopsian infrastruktur cloud dengan presentase masing-masing 50% dan 44%. Adapun dengan melihat lebih spesifik pada tantangan keamanan yang paling meresahkan, Asia Pasifik mengindikasikan kebocoran data dari sistem internal yang disebabkan oleh serangan dunia maya (29%) dan oleh karyawan (25%). Sebagian besar pembuat kebijakan juga mengkhawatirkan insiden yang memengaruhi infrastruktur TI yang dilakukan oleh pihak ketiga, ini tercatat sebesar 28% dan diikuti oleh pengelolaan sistem keamanan di berbagai platform komputasi (25%).
Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky, Chris Connell menyampaikan bahwa survei yang dilakukan Kaspersky telah menonjolkan keunikan infrastruktur TI di wilayah Asia Pasifik, di mana salah satu dari tiga perhatian utama para pembuat keputusan TI termasuk mencakup indentifikasi terhadap kerentanan dalam sistem TI internal.
"Di sini, Asia Pasifik, kami melihat bahwa insiden yang ditimbulkan oleh pihak ketiga sebenarnya adalah yang paling memprihatinkan bagi eksekutif lokal. Hal ini didorong oleh integrasi bisnis di wilayah ini dan kami melihat outsourcing hingga layanan terkelola terus disukai karena efisiensi dan peluang penghematan biaya yang dihadirkan," tutur Chris dalam pernyataan pada Jumat (24/2/2023).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement