Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

IESR Usulkan Hasil Perdagangan Karbon untuk Akselerasi Instasi PLTS Atap

IESR Usulkan Hasil Perdagangan Karbon untuk Akselerasi Instasi PLTS Atap Kredit Foto: SUNterra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai bahwa perdagangan karbon yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat menjadi sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Menurutnya, hasil tersebut apabila dialokasikan dengan tepat dapat mendorong investasi energi terbarukan dan meningkatkan efisiensi energi. 

"IESR mengusulkan agar SPE dilakukan untuk mengakselerasi instalasi PLTS atap oleh konsumen. Listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap dan diekspor ke jaringan bisa menjadi SPE, dan dipakai untuk offset karbon. Pendapatan dari penjualan SPE dapat meningkatkan daya tarik konsumen untuk memasang PLTS atap," ujar Fabby dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (2/3/2023).

Baca Juga: IESR Sebut Perdagangan Karbon Perlu Diikuti Pengetatan Batas Atas Emisi 

Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah telah menetapkan perdagangan karbon dimana bagi pelaku usaha yang lalai mengikuti perdagangan karbon dengan tidak menyampaikan rencana monitoring emisi GRK dan revisi laporan emisi GRK maka akan diberikan peringatan tertulis dari Menteri ESDM dan diberikan alokasi PTBAE-PU untuk perdagangan karbon berikutnya sebesar 75 persen. 

Koordinator Proyek Pembiayaan Berkelanjutan, Ekonomi Hijau IESR Farah Vianda mengatakakan, adanya sanksi pembatasan kuota yang ditetapkan oleh pemerintah kepada pelaku usaha yang melanggar aturan merupakan bentuk nyata bahwa pemerintah berkomitmen perdagangan karbon sebagai instrumen untuk mengurangi emisi. 

"Namun, dalam pelaksanaannya diperlukan pemantauan yang ketat,” ujar Farah. 

Farah mengatakan bahwa saat ini pemerintah telah menetapkan nilai PTBAE-PU kepada 99 unit PLTU batu bara dari 42 perusahaan yang akan menjadi peserta perdagangan karbon, dengan total kapasitas terpasang mencapai 33.569 MW. 

Dengan nilai karbon yang diperdagangkan antar unit PLTU di dalam negeri harganya diperkirakan mulai dari US$2 hingga US$18 per ton.

“Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai harga karbon dapat segera diterbitkan untuk memberi kepastian aktivitas perdagangan karbon. Diharapkan harga karbon yang diterapkan tidak terlalu jauh dari rata-rata harga global,” ujarnya. 

Menurutnya, pengawasan publik terhadap pelaksanaan perdagangan karbon juga perlu dibangun. Upaya masuknya mekanisme perdagangan karbon dalam perdagangan bursa, yang saat ini sedang dikaji oleh Bursa Efek Indonesia, akan membuat harga karbon semakin kompetitif dan mempromosikan transparansi sehingga dapat menarik investor dan mengarusutamakan prinsip pembiayaan berkelanjutan. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: