Kejatuhan dua bank di Amerika Serikat, Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank dalam waktu berdekatan menimbulkan kekhawatiran para nasabahnya.
Terutama mengenai keamanan simpanan mereka. Pasalnya di Amerika Serikat berlaku batas penjaminan simpanan oleh FDIC (Federal Deposit Insurance Corporation) sebesar US$ 250 ribu atau Rp 3,75 miliar (dengan kurs Rp 15.000/1 USD).
Yang menjadi masalah, banyak nasabah yang memiliki dana simpanan di atasplafon tersebut. Sehingga dikhawatirkan uang mereka tidak akan kembali karena tidak sesuai dengan syarat/kriteria penjaminan.
Hendry Lieviant, CEO Komunal, perusahaan fintech yang mendigitalisasi BPR, menjelaskan pelajaran terpenting yang bisa diambil dari kejadian ini adalah betapa pentingnya untuk memperhatikan aturan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai lembaga yang menjamin simpanan nasabah di bank di Indonesia.
Karena besarnya aset sebuah bank tidak dapat dijadikan dasar yang paling utama. “Ini terbukti pada bank besar yang jatuh di AS kemarin memiliki aset hingga ribuan triliun rupiah, namun bisa kolaps dalam waktu 48 jam. Sebaliknya, menabung di bank lebih kecil belum tentu beresiko tinggi asalkan tabungan dan deposito kita dijamin oleh LPS,” urai Hendry.
Untuk itu Hendry menjabarkan hal-hal yang perlu diperhatikan nasabah untuk mengamankan simpanan di bank. Pertama memastikan suku bunga yang diterima dari bank sudah sesuai dengan suku bunga yang dijamin oleh LPS.
Dimana saat ini suku bunga yang dijamin pada bank umum adalah sebesar 4,25% danuntuk bank BPR sebesar 6,75%. “Karena jika kita menerima bunga melebihi bunga yang dijamin oleh LPS maka seluruh simpanan kita baik pokok dan bunganya tidak akan dijamin LPS,”tegasnya di Jakarta, kemarin.
Kedua memastikan total simpanan kita di bank tidak melebihi dari jumlah yang dijamin oleh LPS yaitu sebesar Rp 2 miliar per nasabah per bank. Dan terakhir memastikan bank tempat kita menempatkan deposito adalah bank peserta LPS.
“Dengan memperhatikan ketiga faktor tersebut menurut saya maka simpanan nasabah di bank akan relatif lebih aman,”Ujarnya. Adapun jika nasabah ingin mendiversifikasi investasi selain deposito di bank umum, sejumlah instrumen lain dapat menjadi pilihan,yakni di antaranya obligasi, reksadana dan deposito BPR.
Adapun obligasi, merupakan jenis sekuritas utang yang menawarkan tingkat pengembalian tetap selama periode waktu yang ditentukan. Obligasi umumnya dianggap lebih rendah risiko daripada saham. Selanjutnya reksadana. Instrumen investasi ini menawarkan pilihan investasi yang terdiversifikasi dengan biaya relatif rendah dan risiko yang bervariasi tergantung oleh underlying dan strategi investasi reksadana tersebut.
Nah terakhir, namun yang juga sangat menarik adalah berinvestasi di deposito bank BPR. Deposito BPR memang relatif belum terlalu populer dibandingkan ketiga instrumen sebelumnya.
“Namun, ini sekaligus merupakan salah satu instrumen investasi yang menarik. Sebabnya, deposito BPR memiliki tingkat suku bunga yang lebih tinggi dari bank umum, yakni hingga 6,75% per tahun namun sekaligus aman karena dijamin LPS,” tegas Hendry.
Head of Marketing Komunal Vera Rosana menambahkan, selama ini instrumen deposito BPR dipandang memiliki proses pendaftaran yang lumayan panjang dan bersifat manual. Namun, itu dulu.
“Kini, sejak Komunal meluncurkan produk DepositoBPR by Komunal, deposan dapat menempatkan investasinya dengan mudah tanpa tatap muka di 200 lebih BPR yang terdapat dalam aplikasi DepositoBPR by Komunal,"pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Advertisement