Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wacana Sistem Pemilu Hybird Buat MPR Geleng-geleng Kepala: Mestinya yang Disikapi Itu...

Wacana Sistem Pemilu Hybird Buat MPR Geleng-geleng Kepala: Mestinya yang Disikapi Itu... Kredit Foto: MPR
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI), Hidayat Nur Wahid (HNW), mengkritik pernyataan Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, yang mewacanakan sistem pemilu dilakukan secara hybrid. Pernyataannya itu disampaikan dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu.

Menurut HNW, pernyataan itu tidak sesuai dengan yang dimohonkan dan tidak sejalan dengan tugas pokok dan fungsi Hakim Konstitusi, yaitu untuk menguji konstitusionalitas norma. Dia menilai tugas MK adalah memutus norma yang sedang diuji bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak.

Baca Juga: Sistem Pemilu Langsung Baiknya Dikaji Ulang Gegara Rawan Perpecahan, Gantinya Keterwakilan?

"Mestinya yang disikapi adalah apakah permohonan agar sistem Pemilu diubah dari terbuka menjadi tertutup itu sesuai dengan konstitusi atau tidak? Bukan malah membuat wacana sistem yang tidak ditanyakan yaitu hybrid dengan mengakomodasi sistem terbuka untuk memilih calon Presiden dan anggota DPD, dan tertutup untuk pemilu Legislatif. Sesuatu hal yang juga sudah dilaksanakan pada Pemilu tahun 2004, yang oleh MK diubah menjadi semuanya dengan sistem terbuka sejak Pemilu tahun 2009 hingga 2019," ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (10/4/2023). 

Terkait dengan sistem mana yang lebih baik atau kurang baik, kata HNW, sebaiknya diserahkan kepada pembentuk undang-undang sebagai bentuk dari open legal policy, yang biasanya menjadi pegangan dasar sikap MK. 

"Jadi, MK sebaiknya cukup menegaskan bahwa sistem pemilu terbuka yang berlaku saat ini bagaimana dari segi konstitusionalitasnya. Bukan justru mengusulkan sistem yang lain, yang tidak diusulkan oleh para Pemohon," tuturnya. 

HNW menuturkan apabila MK konsisten dengan putusannya pada tahun 2008 yang lalu, maka sudah selayaknya bila permohonan pengujian sistem pemilu terbuka ini dinyatakan ditolak. Pasalnya, sejak awal MK justru yang menyatakan sistem pemilu terbuka ini lah yang lebih sejalan dengan ketentuan UUD 1945.

HNW mengaku memang mendengar adanya upaya untuk memperbaiki sistem pemilu dengan motode hybrid, tetapi hal tersebut sebaiknya diserahkan kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Pemerintah.

Baca Juga: Bertambah 16 Peserta, 94% Industri Sistem Pembayaran Kini Sudah Sediakan BI-FAST

“Misalnya, ada usulan hybrid dengan suara caleg yang mencapai suara 30% maka ditetapkan sebagai aleg terpilih. Namun, apabila suara partai yang mencapai 30% ke atas, maka partai yang menentukan caleg terpilih," ujarnya. 

Model-model dengan sistem hybrid tersebut memang memerlukan kajian dan diskusi yang mendalam. Oleh karenanya, forum yang tepat dalam mendiskusikannya adalah dalam proses revisi UU Pemilu di DPR.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel: