Manuver KSP Moeldoko dan Firli Bahuri Serang ‘Si Antitesis’ Presiden Jokowi, Pengamat: Ini Situasi Orde Baru!
Menurut Achmad Nur Hidayat selaku Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute saat ini publik melihat orkestrasi Gerakan menghalangi satu tokoh menjadi kandidat Calon Presiden, yaitu Anies Baswedan.
“Sangat kasat mata dilakukan institusi negara seperti manuver Kepala KSP Moeldoko ajukan PK ke Mahkamah Agung dan Manuver Ketua KPK, Firli Bahuri seputar pemaksaaan pidana korupsi pada Formula E,” katanya melansir dari pernyataan tertulis, Kamis (13/04/23).
“Kedua manuver tersebut merupakan cara-cara yang jauh dari kata demokratis dan lebih tepat disebut upaya tidak bermoral yang dilakukan pejabat publik menghalangi kandidat tertentu untuk berkontestasi sebagai Calon Presiden,” jelas dia.
Baca Juga: PK dari KSP Moeldoko ke Demokrat Tak Miliki Kedudukan Hukum, Sengaja Jegal Anies Baswedan
“Lembaga negara kini sudah digunakan sebagai alat politik untuk menentukan satu individu apakah layak atau tidak layak berkontestasi dalam aktivitas politik nasional,” tambahnya.
Menurut Achmad, publik melihat manuver kepala KSP Moeldoko dan Ketua KPK Firli Bahuri bertujuan untuk menghalang-halangi Anies Baswedan menggunakan hak politiknya untuk dipilih sebagai Presiden 2024-2029.
“Aktivitas kedua lembaga negara yaitu KSP dan KPK dalam menjegal dan menghalangi individu lawan politik sebagai partisipan Pemilu 2024 sebenarnya sudah bertentangan konstitusi UUD 1945 dan ketentuan hukum Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 4 ayat (15) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010,” katanya.
Pasal 12 UU 5/2014 menyebutkan "Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme".
Dan menurut Pasal 4 ayat (15) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil larangan ASN yaitu memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
“Kedua ketentuan tersebut baik UU 5/2014 maupun PP 53/2010 merupakan aturan main bahwa pejabat publik dan aparatur negara tidak seharusnya menggunakan kekuasaan untuk mendukung maupun menghalangi warga negara sah menjadi pemimpin nasional,” ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sabrina Mulia Rhamadanty
Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty
Tag Terkait:
Advertisement