Gencatan Senjata di Sudan Jadi Tujuan Utama Amerika dan Negara-negara Afrika
Amerika Serikat dan negara-negara Afrika berlomba untuk mendapatkan perpanjangan gencatan senjata di Sudan pada Kamis (27/4/2023), dengan tentara Sudan memberikan persetujuan awal terhadap proposal Afrika yang menyerukan perundingan meskipun pertempuran masih berlanjut.
Ratusan orang telah terbunuh dalam hampir dua minggu konflik antara tentara dan pasukan paramiliter saingannya, Pasukan Pendukung Cepat (RSF), yang terkunci dalam perebutan kekuasaan yang mengancam untuk mengacaukan wilayah yang lebih luas.
Baca Juga: Bentrok Tentara Sudan-Pasukan Paramiliter Pecah Lagi, Rusak Gencatan Senjata 11 Hari
Sebuah pernyataan RSF menuduh tentara menyerang pasukannya pada hari Kamis dan menyebarkan "rumor palsu", tanpa menyebutkan proposal yang menurut tentara berasal dari Otoritas Antar Pemerintah untuk Pembangunan (IGAD), sebuah blok regional Afrika.
Suara tembakan terdengar pada hari Kamis di daerah Khartoum, kata seorang penduduk kepada Reuters.
Gencatan senjata selama tiga hari yang telah berlangsung membawa jeda dalam pertempuran, tanpa benar-benar menghentikannya, namun akan berakhir pada tengah malam (22:00 GMT) dan banyak warga negara asing yang masih terjebak di negara tersebut meskipun telah terjadi eksodus selama beberapa hari terakhir.
Militer pada hari Rabu malam mengatakan bahwa pemimpinnya, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, telah memberikan persetujuan awal atas rencana untuk memperpanjang gencatan senjata selama 72 jam lagi dan mengirim utusan militer ke ibukota Sudan Selatan, Juba, untuk melakukan pembicaraan.
Pihak militer mengatakan bahwa presiden Sudan Selatan, Kenya, dan Djibouti telah menyusun sebuah proposal yang mencakup perpanjangan gencatan senjata dan pembicaraan antara kedua pasukan.
"Burhan berterima kasih kepada IGAD dan menyatakan persetujuan awal untuk itu," kata pernyataan militer.
Reuters tidak dapat segera menghubungi juru bicara IGAD untuk memberikan komentar.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat membahas kerja sama untuk menciptakan akhir yang berkelanjutan dari pertempuran, kata Departemen Luar Negeri AS dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu.
Sedikitnya 512 orang telah terbunuh dan hampir 4.200 lainnya terluka akibat pertempuran sejak 15 April lalu.
Krisis ini telah menyebabkan meningkatnya jumlah pengungsi yang melintasi perbatasan Sudan. Badan pengungsi PBB memperkirakan 270.000 orang telah mengungsi ke Sudan Selatan dan Chad saja.
Dengan serangan udara dan artileri yang dilancarkan selama pertempuran, konflik telah menghancurkan rumah sakit dan membatasi distribusi makanan di negara yang luas ini, di mana sepertiga dari 46 juta penduduknya telah bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait:
Advertisement