Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Counter Kritik Pertemuan Jokowi dan Ketum Parpol di Istana, PAN: Jokowi Tak Boleh Netral!

Counter Kritik Pertemuan Jokowi dan Ketum Parpol di Istana, PAN: Jokowi Tak Boleh Netral! Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi, menduga adanya pihak yang khawatir dengan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo. Pasalnya, kata dia, tingkat kepuasan tersebut berada di atas 70%.

Hal tersebut dia ungkap menyusul adanya kritik dari berbagai pihak atas pertemuan Jokowi dengan enam ketua umum partai politik koalisi pemerintah. Adapun ketua umum partai politik tersebut ialah Megawati Soekarnoputri (PDIP), Airlangga Hartarto (Golkar), Prabowo Subianto (Gerindra), Muhamad Mardiono (PPP), Abdul Muhaimin Iskandar (PKB), dan Zulkifli Hasan (PAN).

Baca Juga: Kumpulkan Enam Ketum Parpol di Istana, Panda Nababan: Jokowi Buat Parpol Ketergantungan pada Dirinya

"Dugaan saya saja, jangan-jangan karena kepuasan publik yang masih tinggi di atas 70% kepada pemerintahan presiden Jokowi, lalu ada tim-tim sukses yang khawatir atau deg-degan jantungnya," kata Viva dalam keterangannya, Selasa (9/5/2023).

Viva menilai, sudah selayaknya Jokowi tidak netral di Pemilu 2024 nanti. Pasalnya, kata dia, presiden juga memiliki tanggung jawab untuk memonitor pelaksanaan pemilu berjalan dengan jujur dan adil.

"Presiden Jokowi tidak boleh netral di pemilu 2024. Harus juga aktif memonitor agar pelaksanaan pemilu dapat berjalan Luber, Jurdil, berkualitas dan berintegritas, aman dan damai. Presiden mesti bertanggung jawab agar pemilu sebagai jalan demokrasi yang konstitusional akan membawa kemajuan dan kebaikan bagi bangsa dan negara," katanya.

Viva bahkan menyebut, tidak ada salahnya jika seorang presiden memiliki kecenderungan pada salah satu capres tertentu. Dia menegaskan, dukungan yang berasal dari presiden juga dijamin oleh undang-undang selama masih dalam koridor yang baik.

"Memang apa masalahnya jika Presiden Jokowi condong ke figur yang menurutnya dapat melanjutkan pembangunan dan melakukan perubahan buat bangsa dan negara? Kan hal itu dijamin oleh UU selama presiden tidak melakukan abuse of power," tegasnya.

"Kan Pak Presiden telah memberikan ruang yang luas dan bebas kepada siapa pun untuk maju. Tidak ada larangan dari presiden kepada siapapun untuk ikut berkontestasi," tambahnya.

Dia pun menegaskan, pertemuan Jokowi dengan 6 ketua umum partai politik koalisi pemerintah tidak melanggar hukum dan undang-undang. Pasalnya, kata dia, Jokowi juga sering bertemu, berdiskusi, bertukar-pikiran dengan pimpinan partai koalisi pemerintah.

Bahkan, kata Viva, hal tersebut harus dilakukan agar jalannya pemerintahan bisa baik, kuat, untuk mewujudkan clean government and good governance. Dia juga menilai, presiden merupakan jabatan politik dan publik.

Oleh sebab itu, kata dia, bicara soal politik dan prosesnya merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari, sebagai keniscayaan atau taken for granted. "Kalau diundang oleh partai koalisi pemerintah, lalu berdiskusi soal masa depan bangsa, mendengarkan aspirasi, masak enggak boleh sih," tandasnya.

Kritik Keras dari Jusuf Kalla dan Demokrat

Wakil Presiden periode pertama Jokowi, Jusuf Kalla (JK), meminta Jokowi untuk menjaga jarak dari proses Pemilu 2024. Dia meminta Jokowi mencontoh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri yang tidak cawe-cawe jelang berakhirnya masa pemerintahan.

"Menurut saya, presiden itu seharusnya seperti Ibu Mega dulu, SBY, begitu akan berakhir maka tidak terlalu melibatkan diri dalam perpolitikan itu," kata JK, selepas menerima kunjungan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar di kediamannya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Sabtu (6/5/2023).

Sementara itu, Ketua Badan Pemilihan Umum Partai Demokrat, Andi Arief, buka suara terkait pertemuan ketua umum partai politik koalisi pemerintah yang bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa (2/5/2023) lalu.

Dia menilai, pertemuan tersebut tidaklah etis dilakukan di Istana Merdeka. Pasalnya, kata Andi, para pimpinan partai politik tersebut bukanlah bawahan dari Joko Widodo.

"Ya tempat-tempat itu (Istana Merdeka) melambangkan kerja sebetulnya. Istana itu kan tempat presiden memimpin para bawahannya. Ketua umum pimpinan partai politik itu kan bukan bawahannya. Jadi menurut saya nggak etis sih mempertontonkan itu di depan rakyat," kata Andi saat dihubungi, Rabu (3/5/2023).

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: