Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

GRP dan Tata Metal Lestari Inisiasi Ekosistem Rantai Nilai Industri Hijau sebagai Komitmen dari Industri Baja

GRP dan Tata Metal Lestari Inisiasi Ekosistem Rantai Nilai Industri Hijau sebagai Komitmen dari Industri Baja Kredit Foto: GRP
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pembuatan baja adalah industri global sejati yang mana mulai dari bahan baku (seperti bijih besi dan skrap) hingga produk akhirnya diperdagangkan secara global dengan sangat besar. Saat ini, lebih dari 70% produksi baja global beroperasi di Asia. Namun pembuatan baja tetap merupakan aktivitas intensif CO2 dan energi.

Industri baja berkontribusi 4,1% dari total emisi CO2 dunia dan sekitar 3,2% dari semua gas rumah kaca (GRK). Hal ini berarti industri baja telah menyumbang emisi sebesar 15% dari emisi semua industri, dengan sekitar 70% emisi berasal dari penggunaan bahan bakar langsung dan sisanya datang secara tidak langsung dari listrik dan panas.

Dengan semakin berkembangnya emisi CO2 dari berbagai sektor termasuk industri yang mengurangi ketahanan atmosfir bumi dari panas matahari yang berdampak kepada bahayanya keberlanjutan pemanasan global dan perubahan iklim, maka berbagai kebijakan global yang mengontrol emisi CO2 didorong untuk diimplementasikan di seluruh dunia. Berdasarkan Paris Agreement, maka setiap negara memberikan komitmen penurunan GRK dalam bentuk target Nationally Determined Contribution (NDC). Faktor penurunan emisi CO2 dari sebuah klasifikasi industri dijadikan benchmark (patokan) sebagai cap untuk menentukan pencapaian sebuah industri yang masuk dalam klasifikasi tersebut. Pencapaian ini yang akan menentukan nilai/ harga dari perdagangan dan pajak karbon didalam negeri maupun antar negara. 

“Pemerintah Indonesia menaikkan target NDC 2030 dari 29% menjadi 31,8% untuk menuju karbon netral tahun 2060 atau lebih cepat. Bertransformasi menjadi karbon netral, Indonesia akan membutuhkan tindakan kolektif dari semua aktor yang melibatkan sektor swasta dan publik untuk membangun ekosistem yang berdaya-guna. Ekosistem ini harus dapat memfasilitasi industri dalam mengubah praktik dan operasinya dari brown industry ke green industry. Contohnya dengan mengadakan sosialisasi hingga memberikan bimbingan teknis, pelatihan dan kegiatan lain untuk peningkatan kesadaran yang membantu industri anggotanya mengakses pasar, pembiayaan/ investasi, pengadaan, insentif hijau dan perdagangan karbon”, ucap Herman Supriadi, Kepala Pusat Standar Industri Hijau, Badan Standardisasi dan Kebijakan jasa Industri, Kementerian Peridustrian.  

Baca Juga: Lanjutkan Program ESG, GRP Resmikan Pemasangan Solar Panel

Dalam rantai nilai global, setiap produk akan menghubungkan berbagai pelaku industri dan pada setiap tahapan dalam rantai nilai akan menghasilkan emisi. Kolaborasi antara pelaku industri dan saling berbagi informasi adalah penting untuk memetakan emisi yang dilepaskan dalam ekosistem rantai nilai ini agar dapat merumuskan langkah-langkah berbasis sains untuk mengambil tindakan dekarbonisasi. 

Di sisi lain, sektor keuangan memiliki peran penting dalam mendorong langkah-langkah dekarbonisasi yang sistemik. Beberapa lembaga pembiayaan mendukung industri untuk menerapkan prinsip/ standar pelaporan berkelanjutan dan memasukkannya ke dalam rencana aksi sebagai salah satu variabel penting untuk keputusan investasi dan pada akhirnya menarik investasi hijau masuk ke Indonesia. 

Dunia modern tidak dapat bertahan hidup tanpa kehadiran industri inti. Baja merupakan salah satu industri inti yang telah mendukung pertumbuhan dunia terbukti dari tingginya kegiatan ekspor-impor antar negara. Dengan adanya target dekarbonisasi maka bisnis industri baja tidak bisa dijalankan seperti biasa (business as usual). Diperlukan inovasi berkesinambungan pada konsumsi bahan bakar langsung dan tidak langsung serta pada emisi CO2 dalam proses produksi sendiri dan bahan baku. Memiliki perencanaan ambisius yang tergambar dalam visi dan misi jangka panjang untuk industri sudah merupakan suatu keharusan.

Melihat kondisi tersebut, maka PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) dan Tata Metal Lestari (TML) menginisiasi pembentukan sebuah ekosistem rantai nilai dari beberapa industri baja pelat dari hulu hingga hilir yang peduli kepada lingkungan hijau sehingga dapat memberikan nilai lebih terhadap peningkatan daya saing industri nasional Indonesia. Sebagai langkah awal atas inisiatif tersebut, diadakan Focus Group Discussion (FGD) yang juga melibatkan beberapa pemangku kepentingan terkait antara lain Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kadin Net Zero Hub, World Resources Institute, Universitas Indonesia serta beberapa mitra lain. 

“Kami mengapresiasi langkah awal pada hari ini yang dilakukan oleh GRP bersama dengan TML. Pemerintah maupun sektor swasta memiliki tanggung jawab yang sama dan seimbang, dalam usaha mencapai emisi nol sehingga sinergi berbagai pihak seperti ini sangat dibutuhkan, Kami harap inisiatif ini dapat menjadi percontohan bagi perusahaan-perusahaan lain di Indonesia, sehingga secara bersama kita dapat mendukung target pemerintah dalam mencapai net zero emissions pada tahun 2060 nanti,” jelas Muhammad Yusrizki, Ketua KADIN Net Zero

Baca Juga: Kerja Sama dengan Total Energi, Bukti Komitmen Ekonomi Berkelanjutan GRP

Melalui pelaksanaan FGD yang pertama dengan melibatkan berbagai pihak ini, maka diharapkan dapat membuka jalur komunikasi dan jejaring dalam menjajaki potensi kolaborasi dan kemitraan saling menguntungkan yang memiliki kesamaan visi dan misi dalam mencapai dekarbonisasi dan penurunan GRK. Kemudian, menginisasi/ mempelopori pembentukan sebuah ekosistem berbasis industri hijau (ambassador of change) guna mempromosikan dan meningkatkan kepedulian terhadap industri hijau sebagai upaya dalam mendukung target pemerintah dalam mencapai NDC dan NZE di tahun 2060 melalui peta jalan dan rencana kerja yang realistik dan terukur. 

Selain itu, meningkatkan daya saing industri baja nasional, melalui prinsip keberlanjutan serta pengoptimalan konsep Standar Industri Hijau Indonesia, untuk diakui oleh semua standar hijau internasional dalam mendorong kegiatan ekspor berdaya saing tinggi. 

Serta, dapat menjadi komunitas terdepan serta center of excellence industri hijau, yang menghadirkan produk-produk berkualitas dunia dan solusi total berbasis hijau untuk baja pelat melalui pengungkapan aspek-aspek lingkungan secara transparan kepada konsumen dan investor yang dapat diacu oleh dunia. 

Sebagai informasi, GRP merupakan salah satu perusahaan besi swasta terbesar di Indonesia yang memiliki pengalaman lebih dari 50 tahun dengan produk-produk berkualitas tinggi yang telah tersertifikasi secara nasional maupun internasional, dan berkomitmen dalam penerapan unsur keberlanjutan dalam setiap aspek operasional yang dilakukan oleh perusahaan. Sementara, TML merupakan industri anak bangsa di bidang pelapisan baja yang berinvestasi sejak 2018 di Kawasan Industri Cikarang yang berekspansi dari industri genteng metal dan baja ringan yang berdiri di tahun 1994 di Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: