Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPJS Watch: BPJS adalah Amanat Rakyat, Jangan Ganggu Independensinya

BPJS Watch: BPJS adalah Amanat Rakyat, Jangan Ganggu Independensinya Kredit Foto: Antara/Teguh Prihatna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengaku masih menunggu konsistensi dari Kementerian Kesehatan terkait polemik RUU Kesehatan.

Diketahui, sampai saat ini pembahasan mengenai RUU Kesehatan masih terus berlanjut, belum adanya titik temu antara pemerintah dan DPR mendapat kritikan dari berbagai pihak.

Timboel menagih komitmen Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang setuju BPJS tetap bertanggung jawab kepala presiden.

Ia mengaku sengaja menanyakan itu langsung ke kediaman Budi Gunadi bersama ekonom senior Faisal Basri dan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio.

"Menkes waktu itu bilang setuju jika Pasal 425 yaitu terkait dengan BPJS bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri," kata Timboel.

Timboel melanjutkan dalam Pasal 7 ayat 2 harus dikembalikan kepada Undang-Undang BPJS, BPJS harus independen, BPJS harus bertanggung jawab langsung kepada presiden tanpa melalui menteri. Selain itu tidak ada penugasan, tidak ada pelaporan melalui menteri.

"Hal ini supaya direksi BPJS mampu menjaga dana iuran dari peserta BPJS, karena dana iuran itu adalah dana amanat dari rakyat,” tegas Timboel.

Timboel juga mengkritisi terkait pemerintah berkeinginan menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengamanatkan Pemerintah mengalokasikan minimal 5% APBN dan minimal 10% APBD untuk Kesehatan di luar gaji.

Pemerintah sepertinya merasa terbebani dengan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) sehingga berkeinginan menghapus Pasal tersebut di RUU Kesehatan. Dengan penghapusan tersebut.

"Nantinya Pemerintah Pusat dan Pemda akan menetapkan alokasi APBN dan APBD untuk pembiayaan Kesehatan 'sekehendaknya' dengan mengabaikan kebutuhan pelayanan Kesehatan seluruh rakyat Indonesia,” ujar Timboel.

Bila RUU Kesehatan mengakomodir penghapusan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) tersebut, lajut timboel, maka RUU Kesehatan telah bertentangan dengan TAP MPR no. X/MPR/ 2001.

Mengacu pada Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan (UU PPP), kedudukan hierarki hukum TAP MPR di atas UU, sehingga isi UU tidak boleh bertentangan dengan TAP MPR.

Selaras dengan revisi UU BPJS yang memposisikan BPJS bertanggung jawab ke presiden melalui menteri, disertai adanya penugasan khusus dari menteri, serta laporan BPJS Kesehatan harus melalui menteri, maka ada potensi pelaksanaan 6 pilar transformasi Kesehatan dibiayai menggunakan dana iuran JKN.

"Tanggungjawab pembiayaan 6 pilar transformasi Kesehatan oleh APBN dan APBD akan digeser ke dana iuran JKN, yaitu menggunakan dana amanat yang merupakan dana gotong royong dari seluruh peserta JKN," imbuh Timboel.

Dihapuskannya Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) menjadi ancaman bagi rakyat miskin untuk mengakses layanan kesehatan dengan program JKN, yaitu jumlah peserta PBI yang dibiayai iurannya dari APBN dan APBD akan dikurangi.

“Saya mendesak Panja Komisi IX DPR RI yang membahas RUU Kesehatan menolak keinginan pemerintah untuk menghapuskan Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta pasal 7 ayat 2 harus dikembalikan kepada Undang-Undang BPJS, bahwa BPJS harus bertanggung jawab langsung kepada presiden tanpa melalui menteri, tidak ada penugasan, dan tidak ada pelaporan melalui menteri,” tutup Timboel.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: