Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KSP Dorong 'WC for ALL' demi Percepatan Penurunan Stunting

KSP Dorong 'WC for ALL' demi Percepatan Penurunan Stunting Kredit Foto: KSP
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Brigjen TNI (Purn) Noch T Mallisa, menekankan pentingnya ketersediaan akses jamban sehat bagi masyarakat demi mempercepat penurunan angka gagal tumbuh atau stunting di Indonesia. Terlebih, Presiden Joko Widodo telah menargetkan penurunan angka stunting 14% pada 2024.

Mallisa mengatakan, ketersediaan jamban sehat dan memadai dapat meminimalisasi terjadinya kontaminasi lingkungan dan penyebaran penyakit. Hal ini sangat penting untuk mengurangi risiko infeksi saluran pencernaan dan penyakit diare yang dapat menyebabkan kekurangan gizi dan stunting pada anak-anak.

Baca Juga: Dukung Pemerintah Perangi Stunting, Berdikari Komitmen Pasok Bahan Pangan Berkualitas

"WC for all itu sangat penting. Dalam arti jamban yang sehat. Sebab, ini menjadi salah satu indikator untuk menurunkan stunting, tapi berapa besar potensinya untuk penurunan angka stunting, itu yang kami minta untuk dilakukan risetnya," kata Mallisa dalam keterangannya, Rabu (10/5/2023).

"Jika nanti sudah diketahui berapa besar penurunan stunting yang bisa dilakukan dari ketersediaan jamban sehat, KSP akan menginisiasi pembangunan jamban sehat untuk masyarakat, tentunya bersinergi dengan kementeria/lembaga," tambahnya.

Seperti diketahui, Presiden Jokowi telah mengamanatkan penanganan stunting di Indonesia harus dilakukan secara terintegrasi oleh kementerian/lembaga terkait. Sebab, masalah stunting tidak hanya terkait dengan makanan dan gizi, tetapi juga dengan lingkungan dan sanitasi, khususnya akses ke jamban yang sehat.

Pakar Sanitasi  Universitas Diponegoro (Undip), Budi Laksono, mengungkapkan, pada 2021 masih terdapat 14,9 juta keluarga di Indonesia yang tidak memiliki jamban. Hal ini memiliki implikasi yang signifikan bagi Indonesia. Bukan hanya pada bidang kesehatan, melainkan juga pada pembangunan sumber daya manusia dan ekonomi.

"Penyakit nomor satu dan dua itu adalah penyakit yang berkaitan dengan pencernaan, seperti tifoid dan diare. Tingginya kasus penyakit tersebut banyak menghabiskan anggaran kesehatan," ungkapnya.

Budi yang pernah menggagas gerakan 20 juta jamban untuk masyarakat ini menilai, salah satu tantangan untuk meningkatkan kualitas sanitasi di Indonesia dengan membangun jamban, yakni masih adanya persepsi di masyarakat, bahwa jamban itu harus bertembok dan beralas keramik. Namun, pada kenyataanya jamban tersebut belum tentu bisa disebut jamban yang sehat.

"Sehat tidaknya jamban ditentukan oleh fungsi dan kemampuannya dalam menyimpan fases secara kedap, tidak mengalirkan fases pada sumber air, dan memiliki chemical chamber untuk mengolah fases. Jadi bukan dilihat dari tembok atau keramiknya. Persepsi ini yang harus diubah," tuturnya.

Untuk itu, sambung Budi, ketersediaan jamban murah dan sehat menjadi penting demi mencegah persebaran patogen yang membahayakan sistem pencernaan manusia. "Penyakit–penyakit pencernaan seperti diare ini mengancam kehidupan anak. Ini yang harus diselamatkan," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: