Sandiaga Tak Punya Kekuatan, Susah Menutup Lubang Suara Bocor Capres di Jatim
Dekan Fisip Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr Phil Sukri menyebut ada potensi Pilpres 2024 terjadi 2 putaran, maka parpol akan berhitung untuk mendapatkan suara dari pemilih yang tidak masuk di putaran ke 2.
Dia menyebut bursa cawapres menjadi menarik sebab posisi cawapres idealnya adalah sosok yang bisa mengerek suara capres, sejauh ini ada tiga nama yang digadang-gadang bakal menjadi bakal calon RI2, yakni Sandiaga Uno, Erick Thohir, dan Ridwan Kamil.
Menarik disorot ketika, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar ngotot ingin jadi cawapres Prabowo Subianto. Bahkan yang terbaru, jika Muhaimin tak menjadi cawapres Prabowo, ia akan mengajukan diri sebagai cawapres Anies Baswedan.
Menanggapi itu, Dr Sukri menilai jika dibandingkan Airlangga Hartarto, Cak Imin dinilai Sukri akan jauh lebih mudah untuk mendulang suara dari pemilih yang calonnya tidak masuk putaran ke 2.
"Sebab besarnya suara Golkar di pemilu disebabkan kerja dari mesin politik Golkar. Bukan berdasarkan basis pendukung Airlangga. Apalagi elektabilitas Airlangga tak pernah masuk dalam 5 besar survei cawapres," kata Sukri dalam keterangan pernya.
Kendati Sukri mengakui Cak Imin tak pernah masuk dalam 5 besar survei cawapres. Namun ia bisa mengklaim memiliki basis massa NU. Ini merupakan potensi untuk dapat meraup suara dari pasangan yang tak lolos ke putaran 2.
"NU khususnya di Jawa Timur merupakan salah satu lumbung suara yang signifikan di pilpres mendatang. Basis masa NU berpotensi menambah perolehan suara capres,"kata Sukri.
Lanjut Sukri, wajar jika Cak Imin jika tidak menjadi cawapres Prabowo ia akan berpaling menjadi cawapresnya Anies. Sebab saat ini Anies tidak memiliki basis yang kuat baik di NU maupun di Jawa Timur.
Sehingga bergabungnya Cak Imin sebagai Cawapres Anies, berpotensi meningkatkan perolehan suara capres yang tidak memiliki akar kuat di NU dan Jawa Timur. Sukri melihat Cak Imin cerdik membaca dinamika yang terjadi.
Sementara untuk persaingan Erick Thohir dengan Sandiaga Uno untuk merebut kursi cawapres juga akan penuh dinamika. Pengalaman di Pilkada DKI yang lalu, membuat Sandiaga memiliki kedekatan dengan PKS.
"Selain itu Sandiaga juga pernah menjadi cawapresnya Prabowo. Sukri melihat keluarnya Sandiaga dari Gerindra bisa ditafsirkan sebagai strateginya untuk dapat menjadi cawapres Prabowo dari PKS. Sehingga capres cawapres Prabowo tidak berasal dari Gerindra saja," tegasnya.
"Namun disayangkan Sandiaga tak memiliki basis masa di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sehingga tak bisa mengklaim Jawa Timur dan Jawa Tengah sebagai pendongkrak suara capresnya baik itu Anies, Ganjar maupun Prabowo. Paling-paling Sandiaga hanya menjual figurnya dengan menyasar pemilih milenial," papar Sukri.
Dia menilai posisi Sandiaga ini berbeda jauh dengan Erick Thohir. Meskipun ia buka berasal dari parpol. Kedekatan dengan Banser sebagai salah satu ormas di bawah NU dinilai Sukri akan menguntungkan Erick.
"Sebab ia bisa mengklaim memiliki basis masa NU. Jika tak ada cawapres lain dari NU ini akan sangat menguntungkan Erick. Selain itu selain dapat merepresentasikan NU, Erick juga bisa mewakili suara pemilih di luar Jawa.
Sementara peluang Ridwan Kamil menjadi pendongkrak suara capres untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur dinilai Sukri sangat minim.
Basis masa Kang Emil memiliki irisan dengan pendukung Anies ataupun Prabowo. Sehingga kehadiran RK sebagai cawapres tak akan signifikan suara capres di pemilu 2024 mendatang.
"Itu kelemahan Kang Emil yang hanya memiliki basis masa di Jawa Barat dan Jakarta saja. Apa lagi beliau tak memiliki basis masa dari luar Jawa. Sehingga jika diurutkan cawapres yang paling potensial maju adalah Erick Tohir, Sandiaga lalu disusul Cak Imin atau Kang Emil,"pungkas Sukri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement