Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Eco-Labelling: Upaya untuk Ubah Pembalak Hutan Jadi Penjaga Hutan Indonesia

Eco-Labelling: Upaya untuk Ubah Pembalak Hutan Jadi Penjaga Hutan Indonesia Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Depok -

Persoalan ekologi telah lama menghantui perkembangan ekonomi di Indonesia. Pasalnya, dalam rentang tahun 2000 hingga 2017, sudah ada 3.264 km persegi lahan hutan tropis yang sudah dibabat untuk dijadikan area pertambangan.

Data ini berasal dari penelitian berjudul A pantropical assessment of deforestation caused by industrial mining yang mengkaji aktivitas di 26 negara berdasarkan citra satelit, mencakup 76,7% dari deforestasi terkait pertambangan yang terjadi antara 2000 dan 2019.

Deforestasi untuk area pertambangan ini paling banyak berasal dari industri batu bara, emas, bijih besi, dan bauksit.

Baca Juga: Sistem Pertambangan Semen Gresik di Pabrik Rembang Raih Predikat Terbaik 1 Penghargaan Good Mining Practice 2023

Penulis Rene Suhardono mengatakan bahwa saat ini perusahaan-perusahaan ekstraktif hanya memikirkan keuntungan saja, tidak memikirkan dampak ekologi di masa depan.

“Kalau kita cuma ingin mengejar cuan, cuan, dan cuan, lu enggak peduli berapa banyak hutan yang dibabat. Lu enggak peduli berapa banyak sampah yang dihasilkan oleh perusahaan lu. Sementara kalau kita melihat itu sebagai perhatian dan ada problem yang perlu diselesaikan dengan pendekatan bisnis, hasilnya bisa berbeda,” kata Rene, dikutip dari kanal Youtube kasisolusi pada Selasa (23/05/2023).

Ia kemudian bercerita mengenai kisah Silverius Oscar Unggul yang mencoba untuk menggalakkan eco-labelling agar perusahaan-perusahaan lebih mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan.

“Silverius Oscar Unggul, ini orang yang tadinya kerjanya marah-marah jadi NGO (Lembaga Swadaya Masyarakat), dia maki-maki orang-orang yang ada di perusahaan batu bara dan lain sebagai macamnya. Tapi sekarang dia mengerti kalau dia maki-maki terus, dia justru akan terus mengalienasi mereka (perusahaan). Jadi yang dia bikin sekarang adalah eco-labelling,” sambungnya.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa eco-labelling juga turut menaikkan harga komoditas hingga belasan kali lipat. Dengan demikian, ia menyebut bahwa eco-labelling dapat mengubah pembabat hutan menjadi penjaga hutan.

Eco-labelling itu bisnis di mana kalau dulu orang-orang membalak hutan untuk menghidupi keluarganya. Akhirnya dikasih solusi bahwa ternyata kalau kayu itu ada eco-labelling-nya, itu bisa dibeli dengan harga 12 sampai dengan 16 kali lipat. Jadi orang-orang yang sekarang membalak hutan kini menjadi penjaga hutan, bahkan menumbuhkan hutan. Karena itu akan memastikan keberlangsungan keluarganya,” jelasnya.

Lebih lanjut, selain eco-labelling, bisnis karbon juga merupakan pendekatan lain dalam mereduksi dampak ekstraktif perusahaan kepada lingkungan.

“Contoh bisnis yang lagi naik daun banget sekarang adalah bisnis karbon. Jadi perusahan-perusahaan misalnya perusahaan Tbk, mereka butuh memperlihatkan sesuatu bahwa mereka melakukan sesuatu, jadi karbon itu dibayarkan. Bahkan perusahaan-perusahaan di Eropa yang ingin membayar karbonnya,” tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Novri Ramadhan Rambe
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: